SUARA PESANTREN | Aceh–Sistem penjaminan mutu akan segera disusun dan diterapkan bagi penyelenggaraan pendidikan di pondok pesantren seluruh Indonesia.
Standar mutu akan diberlakukan guna menciptakan pendidikan berkualitas yang memiliki ukuran yang jelas.
Hal ini ditegaskan pada Sosialisasi UU No 18/2019 Tentang Pesantren di Pesantren Bahrul Ulum Diniyah Islamiyah (Budi) Lamio, Aceh Jaya, Provinsi Aceh, Kamis (19/10/2023).
Barometer utama penentuan mutu pesantren tidak akan lepas dari penguasaan kitab kuning. Pondok pesantren secara tradisional telah menggunakan kitab kuning sebagai silabus pembelajaran.
Untuk itu kitab kuning diposisikan sebagai bahan ajar utama yang menjadi sumber segala rumpun pengetahuan di pesantren.
Sebagaimana tertuang dalam UU No 18 Tahun 2019, satuan pendidikan pesantren dijalankan melalui dua jalur.
Pertama, pengkajian kitab kuning secara berjenjang dan tidak berjenjang, yang kedua adalah jalur terintegrasi dengan pendidikan umum.
Kedua, jalur ini tidak akan dibiarkan berjalan tanpa ukuran yang jelas.
Pada saat ini Majelis Masyayikh tengah menyusun sistem penjaminan mutu pesantren yang akan dijadikan alat ukur progresifitas pendidikan di pesantren.
Standar mutu akan disusun secara kolaboratif antara Majelis Masyayikh di tingkat pusat dengan satuan quality control pendidikan di unit pesantren yang disebut Dewan Masyayikh.
Anggota Majelis Masyayikh, KH A. Muhyiddin Khotib mengatakan, standarisasi mutu pesantren mendesak untuk mempertahankan pengakuan masyarakat di tengah dunia pendidikan yang semakin kompetitif.
Pengakuan negara terhadap pesantren tak lepas dari pengakuan masyarakat terhadap pesantren sehingga hal ini harus dijaga.
“Antusiasme masyarakat saat ini meningkat, sehingga perlu ada penjaga mutu internal,” katanya KH A. Muhyiddin Khotib, pengasuh Pesantren Salafiyah Syafi’iyah, Sukorejo, Situbondo, Jawa Timur, dalam keterangan resminya. [roji]