PESANTREN | Depok-Siapa tak kenal kiai muda NU yang satu ini. Muda, berilmu, tawadhu’ dan giat berdakwah. Banyak seminar dan acara-acara keislaman baik di dalam maupun luar negeri telah diisi oleh kiai kelahiran Sampang, 1 Juni 1975, ini.
Itulah KH Muhammad Cholil Nafis Lc MA PhD. Walaupun banyak orang memanggilnya ustadz, kiai, ulama muda yang satu ini merasa kalau dirinya bukan siapa-siapa. Menurut Abi Nugroho dari Lakspedam NU, tidak banyak orang punya seabreg talenta macam Cholil Nafis.
Dia ini pendidik, mubaligh, penulis, aktivis sekaligus kiai yang mampu berpidato di hadapan ribuan jemaah dengan atau tanpa kamera. “Yang saya suka dari beliau, beliau tidak pernah menolak tawaran casting apalagi mengeluh meski biaya transportnya tidak seberapa,”ujar.
Bukan hanya itu, dia juga salah seorang yang ikut berkontribusi dalam rumusan kerja-kerja advokasi audit sosial yang dilakukan aktivis Lakpesdam di sejumlah daerah. Dijelaskan Abi, Kiai Cholil ini menjadi bagian dari gerakan anak muda NU yang bukan hanya terampil mengkritisi.
Walaupun beliau juga sibuk mengurus pesantren, ternyata tidak membuat semangat dakwah Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini hilang begitu saja, sebaliknya justru semakin agresif menyuarakan Islam Wasathiyah lewat MUI.
Di samping memiliki gagasan yang segar, Pengasuh Pondok Pesantren Cendekia Amanah ini mempunyai banyak jurus menanggapi perbedaan pandangan. Baginya biang masalah keagamaan antar-umat Islam yang kadang mengacu pada konflik dan perpecahan adalah ego kelompok.
“Ada yang merasa benar sendiri dan cenderung menyalahkan pemahaman orang lain. Bahkan mengganggu praktik ibadah orang yang berbeda paham dengannya,”ujarnya dikutip republika.co.id.
Menurutnya, umat yang memahami Islam wasathi adalah memahami Islam yang tengah dan moderat. Yaitu berpijak kepada teks yang secara bersamaan menggapai konteks dan substansinya.
Selain itu bagi alumni Pondok Pesantren Sidogiri Pasuruan ini, integrasi ilmu merupakan salah satu cara tepat dalam membangun sumber daya manusia dan harus dimulai dari tempat pendidikan yang idealnya tidak mendikotomikan pengetahuan umum dan agama.
Untuk itu di antara cita-cita besar Pesantren Cendekia Amanah yang dirintisnya itu mengkombinasikan antara sistem pendidikan salaf yang masih aktual dan mengadopsi model pendidikan modern yang baik, memadukan antara teori dan praktik serta menyeimbangkan antara model kelas dan alam terbuka.
Setelah Madrasah Diniyah Pesantren Cendekia Amanah diresmikan oleh Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin pada Ahad (17/2/2019), Kiai Cholil selanjutnya akan mendirikan Sekolah Menengah Pertama (SMP).
“Bangsa ini membutuhkan orang pintar yang punya karakter dan membutuhkan orang kaya yang mau berderma. Jadi dua itu yang mau dicetak oleh kita,” kata Kiai Cholil. [fath/Republika]