SUARA PESANTREN | Tasikmalaya–Pondok Pesantren Darussalam Rajapolah bertransformasi. Pola pendidikan berasrama membentuk kepribadian santri yang ‘alim, shalih, ilman, khuluqan wa adaban.
Tak banyak orang membayangkan kandang ayam itu kini menjelma menjadi pesantren modern kebanggaan masyarakat Narunggul, Tanjungpura, Rajapolah, Tasikmalaya, Jawa Barat sejak tahun 2007.
Adalah KH Ahmad Deni Rustandi, KH Asep Dudung, H Asep Nawai, KH Iing Badrudin dan masyarakat sekitar bahu membahu mengubah tanah seluas 1.400 m2 menjadi lembaga pendidikan Islam modern bernama Pondok Pesantren (Ponpes) Darussalam yag tersohor dan bermanfaat bagi umat seperti Pondok Modern Darussalam Gontor di Ponorogo.
Selain merujuk pada Gontor, penamaan Darussalam merujuk pada makna kampung damai sekaligus ‘alat komunikasi’ yang mempermudah penyebutan istilah yang mudah dan beredar di masyarakat.
“Dahulu sebelum ada pondok, daerah ini merupakan areal sawah penduduk. Depan pondok, areal pemakaman, di belakang pondok ada Sungai Citanduy yang merupakan batas dari Kabupaten Tasikmalaya dan Kabupaten Ciamis,” ungkap Wakil Kepala bidang Kesiswaan SMA Terpadu Darussalam, Kemal M Ramdhan, dilansir Gontornews.com.
“Kandang ayam milik Ustadz Deni (KH Ahmad Deni Rustandi) ada persis dipinggir Sungai Citanduy. Setiap hari Jumat bapak pimpinan sering membawa kami ke sini untuk ngaliwet,” tambahnya.
Kini, luas tanah wakaf Ponpes Darussalam Rajapolah yang di awal berjumlah 1400 m2, wakaf dari H Asep Nawawi Suherman, telah bertambah menjadi 31.010 m2. Di atas tanah tersebut, berdiri Ponpes Darussalam Putra dan Putri yang terpisah oleh jalan dan persawahan.
“Tanah pondok ini tadinya sawah ayah saya, H Asep Nawawi Suherman. Beliau sangat senang dengan keinginan saya yang ingin mendirikan pondok pesantren. Beliau mewakafkan tanah yang ketika itu dipakai kandang ayam untuk menjadi pondok,” jelas Pimpinan Ponpes Darussalam Rajapolah, KH Ahmad Deni Rustandi.
Dalam prosesnya, Ustadz Deni, sapaan akrabnya, mengundang Pimpinan Pondok Modern Darussalam Gontor, KH Abdullah Syukri Zarkasyi, KH Hasan Abdullah Sahal dan KH Syamsul Hadi Abdan untuk mengunjungi pondok pesantren yang dipimpinnya.
Momentum kehadiran ketiganya ditandai dengan penandatanganan wakaf pondok serta peresmian masjid Pondok ‘Ummahatul Mu’minin’ bersama dengan wakil Gubernur Jawa Barat saat itu, Dede Yusuf Macan Effendy.
“Alhamdulillah kami sangat bersyukur, guru kami Pimpinan Pondok Modern Gontor semuanya berkenan menjenguk Darussalam Tasik. Meski kami baru berdiri, namun perhatian Gontor kepada kami sungguh luar biasa,” ungkap pria berkulit putih dan berbadan besar itu.
“Pondok ini, sebagaimana Gontor, juga pondok wakaf, sertifikat kami di Badan Pertanahan Nasional bernomor 0001, perwakafan ini merupakan salah satu amanat Pimpinan Gontor yang kami tunaikan,” kenang Ustadz Deni tentang proses penandatanganan wakaf Ponpes Darussalam.
Sistem pendidikan Pesantren
Ponpes Darussalam menerapkan kegiatan belajar berasrama 24 jam. Pola pendidikannya mengacu pada Panca Jiwa Pondok Modern: keikhlasan, kesederhanaan, kemandirian, ukhuwwah Islamiyah dan kebebasan. Pun dengan motto pondoknya juga mengacu pada empat motto Pondok Darussalam Gontor yaitu berbudi tinggi, berbadan sehat, berpengetahuan luas dan berpikiran bebas.
Kurikulum yang diterapkan di Pondok Pesantren ini mengacu pada tiga sistem kurikulum, yaitu: KMI Gontor Ponorogo Jawa Timur, Salafiyah dan Pemerintah serta mempunyai dua program pembelajaran, yaitu Program Reguler (SMP dan SMA Terpadu Darussalam) dengan masa studi 6 tahun dan Program I’dadi (SMA Terpadu, pendaftar dari SMP/MTs luar) dengan masa studi 4 tahun.
“Secara legalitas, Yayasan Darussalam Tanjungpura Tasikmalaya maupun Pondok Pesantren Darussalam telah terdaftar dan tercatat secara resmi baik di Kementerian Hukum dan HAM serta di Kementerian Agama RI. Adapun lembaga yang berada di bawah yayasan yaitu SMP dan SMA Terpadu Darussalam telah Terakreditasi “A” serta mendapatkan predikat SBP (Sekolah Berbasis Pesantren) dan SSN (Sekolah Standar Nasional),” jelas ustadz Deni.
Berkiblat ke Pondok Gontor
Saat ini, jumlah santri Pondok Pesantren di Tasimalaya ini mencapai 700-an orang yang berasal dari sejumlah daerah di Indonesia.
“Alhamdulillah, jumlah santri dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Ini merupakan bukti nyata bahwa eksistensi Darussalam terus meningkat dan kepercayaan masyarakat terhadap Pondok semakin besar,” ujar Toni Regal, kepala SMA Terpadu Darussalam.
“Pola pendidikan di Darussalam Tasik berkiblat ke Gontor, karena itu pola pendidikan di sini tak ubahnya di Gontor dengan adanya jadwal harian mulai dari bangun tidur, aktivitas di asrama, di kelas bahkan sampai tidur lagi, pekanan, bulanan, semesteran dan tahunan semuanya terjadwal,” terang alumnus Gontor 2007 itu.
Kegiatan di Pondok Pesantren Darussalam diklasifikasikan ke dalam beberapa kegiatan, yaitu: kegiatan harian, seperti: pelaksanaan shalat berjamaah di masjid, tadarus al-Qur’an, kegiatan belajar mengajar (KBM), olahraga, muwajjah (belajar terbimbing) dan pemberian mufradat (kosakata bahasa Arab dan Inggris); kegiatan pekanan, seperti: pramuka, muhadlarah/latihan pidato empat bahasa (Arab, Inggris, Indonesia dan Sunda), pengajian pekanan, muhadatsah (percakapan bahasa Arab dan Inggris), lari pagi, senam pagi, evaluasi pekanan guru-guru dan pembersihan umum.
Tidak hanya kegiatan harian dan mingguan, Ponpes Darussalam Rajapolah juga menerapkan kegiatan bulanan, seperti: pengajian bulanan dan supervisi guru mata pelajaran hingga kegiatan semesteran dan tahunan.
Ponpes Darussalam juga memiliki sejumlah kegiatan ekstrakurikuler yang mengakomodasi pengembangan minat dan bakat santri baik di bidang seni, budaya maupun olahraga.
Mengukir Prestasi dari Santri
Ponpes Darussalam telah mengukir sejumlah prestasi baik di level regional maupun nasional. Sebut saja, Juara I Lomba Cepat Tepat peringatan 90 tahun Pondok Modern Darussalam Gontor yang diraih oleh kontingen putri Darussalam.Terbaru, santri kelas 3 KMI (kelas IX SMP) Ponpes Darussalam atas nama Azkiya Rahma Azzahra berhasil meraih Juara II lomba Kisah Islami Festival Anak Sholeh Indonesia (FASI) X tingkat nasional di Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
Pondok Pesantren Darussalam mempunyai harapan dan cita-cita yang sangat tinggi. Cita-cita tersebut terangkum dalam sebuah kata Mardotilah yang mempunyai akronim dari: Mutu Pendidikan Berkualitas (Ilmu Amaliah dan Amal Ilmiah); Amal Ibadah Maqbullah; Relevan dengan Perkembangan Zaman; Dedikasi (Pengorbanan dan Perjuangan) dalam Pendidikan Islam; Orientasi Kemaslahatan dan Kebahagiaan Dunia Akhirat; Teknologi Informatika sebagai Media Pembelajaran dan Berbasis Akhlaqul Karimah; Ikhlas dalam Berilmu dan Beramal; Loyal terhadap Umat dalam Pembinaan Generasi Rabbani; Amanah terhadap Sistem, Program yang terukur dan dapat dipertanggungjawabkan; Hidup Berkah Mendapat Ridho Allah SWT dan Bermanfaat bagi Seluruh Umat.
Terakhir, Ustadz Deni mengatakan bahwa lembaga pesantren merupakan lembaga pendidikan yang terbuka. Pria yang pernah menjadi staf Pengasuhan Santri Pondok Modern Darussalam Gontor tersebut mengungkapkan, jika pesantren menjadi lembaga pendidikan yang tertutup maka pesantren akan stagnan dan terjadi degradasi.
“Berarti ada yang salah karena kata modern menurut Pimpinan Gontor adalah bukan sistemnya saja tapi jiwanya. Jiwa kiainya, jiwa pendirinya yang berjiwa modern. Karena al-Qur’an sedari dulu sudah berjiwa modern. Dia harus menunjukkan jatidiri.” [rojink]