SUARA PESANTREN | Banyuwangi–Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kabupaten Banyuwangi mengadakan Sosialisasi Pesantren Ramah Anak di Aula Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana, beberapa waktu lalu.
Kegiatan ini dihadiri Kepala Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kabupaten Banyuwangi Henik Setyorini, Deputi Bidang Partisipasi Masyarakat Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indra Gunawan Indonesia Dodik Muhammad Hidayat, Kasi PD Pontren Kemenag Banyuwangi Mukhlis, Konselor Pendidikan Lilik Subekti, serta beberapa tamu undangan lain.
Mukhlis menyampaikan, Program Pesantren Ramah Anak bertujuan menciptakan sebuah pesantren yang menyenangkan untuk pertumbuhan anak melewati masa-masa remaja dan mempersiapkan mereka memasuki usia dewasa. “Dengan demikian anak-anak dapat meningkatkan prestasi, baik dalam belajar maupun aspek kemampuan lainnya,” ujarnya dilansir pwmu.co.
Pesantren ramah anak, lanjutnya, adalah usaha menciptakan pesantren dan lingkungan sekitarnya agar dapat membuat anak nyaman, bersih, betah, khusyu beribadah, senang belajar, bermain, dan berinteraksi. “Pondok pesantren juga diharapkan berperan aktif sebagai model pendidikan yang mengupayakan pencegahan tindakan kekerasan pada anak di lingkungan pendidikan,” jelas Mukhlis.
Kebijakan Pesantren Ramah Anak
Dodik Muhammad Hidayat menyampaikan UUD 1945 Pasal 28b Ayat 2, yaitu setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, serta terlindungi dari kekerasan dan diskriminasi. Selain itu, kata dia, hak-hak anak dilindungi oleh Konvensi Hak Anak (KHA), Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990, dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002, yaitu Negara, Pemerintah, Pemerintah Daerah, masyarakat, keluarga, dan orang tua atau wali berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak.
Dodik juga menjelaskan lima arahan Presiden untuk Kemen PPPA (Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak). Pertama, peningkatan pemberdayaan perempuan dalam kewirausahaan yang berperspektif gender.
Kedua, peningkatan peran ibu dan keluarga dalam pendidikan/pengasuhan anak. Ketiga, penurunan kekerasan terhadap perempuan dan anak. Keempat, penurunan pekerja anak. Kelima, pencegahan perkawinan anak.
Ia juga menjelaskan prinsip pesantren ramah anak. Menurutnya, pesantren adalah tempat untuk anak memperoleh bekal pengetahuan agama melalui interaksi yang terjalin dalam proses kegiatan dan pembelajaran. “Anak adalah subyek. Pandangan dan partisipasi anak dihargai dalam proses kegiatan di pesantren,” ujarnya.
Selain itu, kata dia, pesantren menjadi tempat memfasilitasi kepentingan terbaik untuk anak, berorientasi pada kebutuhan anak, baik kebutuhan fisik, psikis, spiritual maupun intelektual. “Juga non diskriminasi dan memberikan pelayanan yang sama terhadap semua potensi yang dimiliki anak,” ujarnya.
Dodik menambahkan, pesantren juga memfasilitasi partisipasi aktif anak. Mereka berhak mengemukakan pendapat dan didengar pendapatnya dalam berbagai proses pembelajaran di pesantren. “Hak perkembangan dan kelangsungan hidup. Setiap anak berhak untuk tumbuh dan berkembang secara sempurna dalam proses tumbuh kembangnya,” kata dia.
Menurutnya, pesantren juga melihat anak sebagai bagian dari masyarakat dan lingkungan. “Masyarakat dan lingkungan merupakan sumber pembelajaran kedua bagi anak setelah keluarga,” imbuhnya. [roj]