PESANTREN | Lombok-Berdiri di Kecamatan Gangga Kabupaten Lombok Utara, Pondok Pesantren Al-Fatih Gondang seolah semakin memarakkan penerapan sistem pendidikan pesantren modern di salah satu lokasi pariwisata tersohor di Nusa Tenggara Barat.
Meski demikian, perkembangan Pondok Pesantren di Lombok Utara terbilang sangat terlambat jika dibandingkan dengan kabupaten-kabupaten lainnya di Pulau Lombok dimana pondok-pondok pesantren berdiri jauh sebelum kemerdekaan
Sementara Pondok Pesantren di Lombok Utara baru mulai berkembang mulai akhir tahun 80-an, dan pondok pesantren Al-Fatih adalah pondok pesantren yang paling baru berdiri. Hingga saat ini, baru ada 4 pondok pesantren Alumni Gontor di Kabupaten Lombok Utara.
Adalah sosok ibunda Hj Nurkiah yang memberi semangat TGH Lalu Nurul Bayanil Huda untuk mendirikan pesantren di Gondang. Tanah seluas 4700 m2 ditambah bantuan masid dan dua asrama wakaf dari Duta Besar Arab Saudi untuk Indonesia, Syaikh Osamah bin Mohammad Syuaiby, dikelolanya untuk menjadi pesantren.
“Berbekal sebuah masjid dan dua lokal bantuan dari Syaikh Osamah bin Muhammad Syuaiby, Duta Besar Saudi Arabia saat itu, di atas tanah wakaf dari Ibunda Hj Nurkiah seluas 4700 m2 di desa Gondang, saya memulai kegiatan pada tanggal 16 Juli 2018,” kata TGH Lalu Nurul Bayanil Huda kepada Majalah Gontor.
Ustadz Lalu, sapaan akrabnya, memberikan nama Al-Fatih juga bukan tanpa alasan. Bagi Ustadz Lalu, pemberian nama Al-Fatih tidak lepas dari kondisi masyarakat Gondang yang baru saja terlepas dari islam Wetu Telu. Ia pun berharap, alumnus Pondok Pesantren Al-Fatih Gondang dapat memperluas usaha dakwah Islam di wilayah tersebut.
“Saya memberikan nama Al-Fatih dengan harapan santri-santri mampu membuka ladang-ladang dakwah dan memiliki semangat dan jiwa perjuangan sebagaimana Muhamamd Al-fatih.”
“Mengingat daerah dimana pondok ini berdiri adalah termasuk daerah dimana masyarakatnya baru terbebas dari islam Wetu Telu dan masih diperlukan usaha dakwah lagi agar masyarakat lebih memahami Islam lebih sempurna,” ungkapnya.
Sejak berdiri pada 16 Juli 2018, Ponpes Al-Fatih membuka dua lembaga pendidikan yaitu Sekolah Dasar dan Kulliyyatul Mu’allimin Al-Islamiyah (KMI). Untuk lembaga pendidikan pertama, Ponpes Al-Fatih Gondang diperuntukkan bagi para murid sekitar tanpa kewajiban mukim. Sementara santri KMI, wajib untuk mukim di asrama.
“Di awal, SD Islam Al-Fatih memiliki 15 santri awal. Namun, mereka tidak kami wajibkan untuk mukim dikarenakan keterbatasan sarana dan prasarana.”
“Oleh karena kami menggunakan sistem Muallimin, kami mewajibkan santri KMI untuk bermukim dan berasrama di lokal yang telah kami siapkan. Untuk santri perdana KMI, kami memiliki 10 santri yang berasal dari sekitar wilayah Lombok Utara, Kabupaten Lombok Barat dan Sumbawa,” imbuh alumnus Pondok Modern Darussalam Gontor 1992 tersebut.
Sedangkan untuk tahun kedua, jumlah santri SD Islam yang mendaftar di Ponpes Al-Fatih Gondang mencapai 30 orang sedangkan santri KMI sebanyak 25 orang.
Sebagaimana Pondok Modern Darussalam Gontor, Ponpes Al-Fatih juga tetap menjaga, bahwa apa yang dilihat, didengar, dirasakan serta santri melaksanakan tugas-tugas adalah pendidikan.
“Itulah mengapa meski baru berdiri, jumlah santri terbatas dan kelas tertinggi adalah kelas dua, namun organisasi pelajar tetap dibentuk meski dengan bagian-bagian yang masih terbatas,” ujarnya saat menjabarkan arti penting berorganisasi bagi para santri.
Sebagai ciri khas, Ponpes Al-Fatih Gondang menjadikan Pondok Modern Darussalam Gontor sebagai role model. “Jika Gontor memiliki 4 sintesa, maka Ponpes Al-Fatih hanya mengambil Gontor sebagai satu-satu sintesanya,” cetusnya.
Di awal pendirian, satu-satunya tenaga pengajar Ponpes Al-Fatih Gondang masih memberdayakan potensi keluarga dalam sistem pendidikan SD Islam. Sementara untuk sistem KMI, Ustadz Lalu menjadi satu-satunya guru alumnus KMI Gontor yang mengajar di Ponpes Al-Fatih.
Namun, seiring berjalannya waktu, jumlah tenaga guru bertambah. Saat ini jumlah guru yang mengabdikan keilmuan, jiwa dan waktunya di Ponpes Al-Fatih Gondang berjumlah 11 orang yang terdiri dari 4 guru pengabdian Pondok Modern Darussalam Gontor, 2 alumni Pondok Alumni Gontor, dan alumni beberapa perguruan tinggi di Mataram.
“7 orang guru kami tinggal di lingkungan pondok, sementara sisanya tinggal di luar pondok,” sebutnya.
Sementara kegiatan ekstrakurikuler di Ponpes Al-Fatih Gondang terdiri dari latihan pidato (muhadhoroh), kepramukaan, olah raga, kursus menjahit (bagi santri putri). Yang unik, Ponpes Al-Fatih Gondang juga menjadikan peternakan lele sebagai salah satu kegiatan ekstrakurikuler santri.
Belakangan, peternakaan lele digunakan untuk menyokong kegiatan pondok selain keberadaan koperasi pelajar dan kantin. Walau demikian, Ustadz Lalu mempergunakan dana yang berasal unit usaha pondok untuk memenuhi kesejahteraan guru. Sementara iuran bulanan santri, sepenuhnya dikembalikan kepada santri.
“Guna menyokong kegiatan pondok, Ponpes Al-Fatih memiliki sumber dana dari Koperasi pelajar, kantin dan peternakan lele.”
“Alhamdulillah, sejak berdiri hingga saat ini kesejahteraan guru 100 Persen dari usaha pondok. Sedangkan iuran santri 100 Persen kembali ke santri,” papar pria yang sempat mengajar di Pondok Pesantren Nurul Bayan itu.
Musibah & Tantangan
Di awal perjuangannya dalam menegakkan dakwah Islam di Lombok Utara, Ponpes Al-Fatih Gondang dihadapkan sejumlah permasalahan pelik. Majalah Gontor mengonfirmasi Ustadz Lalu bahwa musibah Gempa 7.0 Skala Richter dan dampak negatif pariwisata menjadi tantangan dakwah Ponpes Al-Fatih Gondang.
Siapa sangka, tepat 3 bulan sejak berdirinya Ponpes Al-Fatih Gondang, Lombok diguncang gempa berkekuatan 7.0 Skala Richter. Ustadz Lalu berkisah jika saat itu seluruh bangunan mengalami kerusakan.
Meski dilanda bencana, kegiatan di Ponpes Al-Fatih terus berjalan. Sejumlah tenda darurat didirikan sebagai penunjang kegiatan baik di dalam kelas atau pun asrama. Tidak hanya pondok yang mengalami dampak, 90 persen ekonomi para wali santri pun terguncang. Pada saat itu, Ponpes Al-Fatih menggratiskan seluruh biaya pendidikannya.
“Tiga minggu sejak pendirian Ponpes Al-Fatih, gempa bumi 7,0 Skala Richter mengguncang Lombok Utara. Musibah ini menyebabkan seluruh bangunan di pondok mengalami kerusakan. Kegiatan pendidikan selama hampir satu tahun dilaksanakan di bawah tenda-tenda darurat. Pun begitu dengan asrama dan kelas.”
“Tidak hanya itu, gempa juga ‘mengguncang’ ekonomi para wali santri yang memondokkan anak-anaknya di sini (Ponpes Al-Fatih). Alhasil, kami pun menggratiskan seluruh biaya pendidikan kepada santri.”
“Tentu saja, ini memberatkan pondok, namun dengan ma’unah Allah, Alhamdulillah permasalahan ini dapat teratasi. Dan saat ini, santri-santri sudah dapat belajar, tinggal, serta berkegiatan di tempat yang lebih layak,” kata Ustadz Lalu.
Kendala lain adalah meminimalisir dampak negatif pariwisata bagi masyarakat sekitar pondok. Kabupaten Lombok Utara sendiri menjadi salah satu objek wisata berskala internasional dengan 3 gili sebagai andalannya, yakni: Gili Meno, Gili Air dan Gili Trawangan.
Selain membawa dampak ekonomi positif bagi warga, sektor pariwisata juga memberi dampak negatif bagi warga. Karenanya, Ponpes Al-Fatih Gondang merasa bertanggungjawab atas kondisi ini. Ponpes Al-Fatih pun mengaktifkan pembelajarn Diniyah Sore bagi anak-anak. Sebagai informasi, saat ini, ada sekitar 175 santri diniyah yang berasal dari tingkat TK hingga SMA.
“Pondok pesantren Al-Fatih terus berupaya memfilter dampak negatif perkembangan wisata diantaranya dengan mendirikan Diniyah sore sebagai sarana membekali generasi dengan ilmu-ilmu agama dan upaya penanaman akhlaq, yang kegiatannya dimulai dari jam 14.30 s/d 17.30.”
“Saat ini santri-santri diniyah sore lebih kurang 175 dari tingkat TK hingga SMA,” jelasnya.
Perjuangan untuk mendirikan pesantren dengan segala keterbatasan, memang memberikan pelajaran penting setidaknya untuk memperkuat iman kepada Allah swt. Ustadz Lalu pun berujar bahwa mendirikan pondok harus dimulai dengan niat yang ikhlas, Istiqomah dan tidak mudah putus asa.
“Bagi yang ingin mendirikan pesantren, mantapkan niat sebagai ladang dakwah dan perjuangan. Istiqomah tetap kuat jangan putus asa. Jangan ingin cepat besar. Jangan berharap kepada manusia,” tutup Ustadz Lalu. [fath/Gontornews]