SUARA PESANTREN | Depok–KH. DR. Rachmat Morado, Lc, MA, Al-Hafizh sebagai Mudir Tahfizh Pesantren Madinatul Qur’an Depok merasa gembira karena MQ telah mencetak para huffazh lagi yang ke-37 hingga ke-40 di acara Khotmil Qur’an pada 15 Desember lalu, dan beliau yakin ke depannya bisa sampai 100.000 hafizh. “Insya Allah,” harapnya.
Dalam taujihnya, Kyai Morado menekankan tiga hal. Pertama, untuk para al-huffazh yang telah menyelesaikan 30 juz, seperti yang sering beliau sampaikan bahwa pencapaian ini adalah permulaan, dalam arti pencapaian yang pertama, yaitu menyelesaikan setoran 30 juz. Yang nantinya perlu diperkuat lagi, atau perlu dijaga lagi, jangan sampai hafalan-hafalan ini menjadi hilang.
Karena itu, beliau meminta kepada para huffazh bahwa tidak ada yang namanya surat andalan atau favorit. Jadi, kalau sudah hafizh 30 juz maka mau baca surat apa saja mestinya lancar. Kata beliau, ada sebagian huffazh, yang merasa nyaman dengan surat favoritnya, misalnya Ar-Rahman atau Ash-Shoffat. Sehingga suart-surat itu saja yang dibaca, surat yang lain tidak dibaca.
“Maka, para huffazh, antum semua harus menjadikan al-Qur’an, surat-suratnya dari awal hingga akhir semuanya adalah favorit antum,” tuturnya.
Hal ini sudah sering beliau tekankan kepada para huffazh yang telah menyelesaikan hafalan, baik di MQ (kampus Madinah) maupun MQ Depok Timur (kampus Mekkah) agar terus menguatkan hafalannya. Jangan sampai Al-Qur’an itu ada ayat-ayat dan surat-surat favoritnya.
“Kalau kepada orang yang belum hafal 30 juz itu boleh saja ada surat atau ayat favorit, tetapi pada orang yang sudah hafal 30 juz, maka semuanya favorit. Sehingga ia kapanpun dan dimanapun bisa memperdengarkan ayat maupun surat Al-Qur’an yang telah dihafalnya,” tandas beliau.
Yang kedua, soal lingkungan. Selama di pesantren MQ tentu saja lingkungannya baik, sehingga insyaAllah sangat mendukung santri yang mau lanjut hafalannya. Bersama teman-teman lainnya, para santri mendapatkan situasi yang sangat mendukung “Tapi riilnya nanti ketika antum keluar dari MQ, entah itu di universitas atau dimanapun, bisa gak antum tetap menjaga al-Qur’an. Nah, itu poinnya,” ujarnya.
Karena di sini lingkungannya para santri, asatidz, maka pasti mendukung. “Tetapi nanti ketika antum kuliah, yang bukan lagi boarding atau nyantri, maka di sini peran antum untuk tetap bisa menjaga kualitas hafalan antum,” sambungnya.
Jadi poin yang kedua ini, dimanapun antum berada, mau di pesantren, atau di luar pesantren, atau mau di rumah, mau di kampus, mau di tempat umum, sebaiknya antum kudu tetap menjaga al-Qur’an. “Jadi jangan pas di MQ saja. Merasa sudah hafal 30 juz, sudah dapat sertifikat, antum merasa aman, kemudian setelah itu antum tidak lagi bersentuhan dengan Al-Qur’an, jangan…,” beliau mengingatkan.
Yang ketiga, selalu muraja’ah. Menurut beliau, ahlul qur’an alladzina yuroji’unal-qur’ana qiyaman waqu’udan wa ‘ala junubihim. “Sebagai ahlul-qur’an maka antum harus bisa pada taraf dimanapun antum berada harus bisa muraja’ah. Ketika lagi berdiri muraja’ah, lagi duduk muraja’ah, mau tidur muraja’ah, dan bangun tidur muraja’ah,” ungkap beliau.
Apakah hal itu ada dalilnya? Kata Kyai Morado, ada! Rasulullah Saw dalam hadits shahih (baik di Shahih Muslim dan lainnya), beliau apabila bangun tidur maka beliau melihat ke langit lalu membaca: inna fi kholqissamawati wal’ardhi wakhtilafillaili wannahari la’ayatil-liulil-albab, alladzina yadzkurunallah qiyaman wa qu’udan wa ‘ala junubihim wa yatafakkaruna fi kholqissamawati wal-ardhi. Rabbana ma kholaqta hadza bathilan subhanaka wa qina adabannar.
Jadi, Rasulullah bangun tidur muraja’ah gak? “Muraja’ah,” kata beliau. Itu artinya apa? Artinya, para huffazhul qur’an nanti dimanapun harus bisa muraja’ah, supaya mutqiniin. “Seperti yang sering saya sampaikan, para huffazh harus membiasakan khatam. Khataman bukan hanya di depan ustadznya, tapi khataman sendiri,” ujarnya.
Mohon ayahanda dan bunda, kalau di rumah nanti tolong dicek sudah khatam belum anandanya. Jangan hanya membaca Qulhu 3 kali. Kan katanya, qulhuwallahu ta’dilu tsulutsal qur’an (qulhuwallahu nilainya sepertiga Al-Qur’an) dimana baca Qulhu tiga kali, dianggap khatam. “Iya itu buat orang yang bukan penghafal Al-Qur’an,” jelas beliau.
“Nah, bagi penghafal qur’an harus bisa khotmah. Itu sering saya ulang-ulang, dan tidak bosan-bosan saya menyampaikannya. Paling tidak 1 juz per hari, maka sebulan khatam. Kalau bisa naik lagi, 20 hari khatam. Bisa lagi, 15 hari khatam. Bisa lagi, 10 hari khatam. Itu harus bisa begitu secara rutin,” tekan Kyai Morado.
Yang keempat, tentunya amalkanlah Al-Qur’an. “Sekarang antum sudah punya gelar Hafizhul Qur’an 30 juz. Hafizhul qur’an 30 juz itu tercermin dalam akhlaknya, tercermin dalam perilakunya, tercermin dalam perkataannya. Antum menjadi contoh atau teladan bagi umat dan orang-orang di sekitar antum, InsyaAllah,” kata beliau.
“Semoga santri-santri yang lain bisa menyusul Al-Hafizh Kenzie, Aqsho, Alwi, dan Zidan. InsyaAllah MQ pada 2030 mendatang bisa mencetak 1000 huffazh, aamiin. Gak ada yang mustahil. Itu adalah berkat kegigihan kita, usaha kita, para asatidz, para musyrif, dan lain-lainnya yang akan men-support antum menjadi hafizhul qur’an. Semoga kita semua diberkahi oleh Allah SWT, aamiin…,” tutup beliau. [dhorifi]