PESANTREN | Sukabumi–Sebanyak 25 siswa asal Malaysia rela datang jauh-jauh ke Sukabumi, Jawa Barat, untuk belajar agama di Pondok Pesantren Salafi Terpadu Darussyifa Al-fitroh. Pondok itu dikelola Perguruan Islam Yaspida, Sukabumi. Mereka ditempa dengan ilmu keagamaan dan kedisiplinan.
Fandi Zulandry, 16, salah seorang santri mengaku, semula dia merasa tidak betah. Pasalnya lingkungan dan cuaca ponpes ini berbeda dengan di kampung halamannya, Johor Baru. Namun, berkat ketelatenan dan kegigihannya Fandi bisa menjalani keseharian belajar di Ponpes Darussyifa Al-fitroh.
“Saya mulai beraktivitas mulai pukul 03.00 dan pada pagi saya sekolah. Setelah sekolah kemudian saya mengaji dan mengikuti beberapa kegiatan di luar jam sekolah,” akunya. Sejauh ini selama menjadi santri, Fandi merasakan beberapa perubahan kebiasaannya. Terutama kedisiplinan dengan waktu dan menjalani ibadah.
Hal serupa juga diungkapkan Herlina. Santri berusia 15 itu mengaku mendapat ketenangan dan ketentraman hati. Apalagi saat belajar bersalawat. Dia merasakan tenang di hati.
Selama di Malaysia, kata, Herlina, dia sangat jarang sekali beribadah. Bangun pagi pun sering kesiangan. Sepulang sekolah langsung bermain. Kala masuk ke ponpes dia dituntut untuk rajin dan disiplin.
“Awal-awal kaget soal cara beribadah. Makanannya hingga cuaca. Tapi kami sekarang jadi mulai terbiasa, yang tadinya malas salat kami sekarang tepat waktu,” terangnya dilansr dari JP.
Enzon ZM, penanggung jawab santri asal Malaysia di Darussyifa Al-fitroh menyebut, kehadiran santri asal Negeri Jiran itu menunjukkan ponpes tempatnya bernaung memiliki eksistensi di kawasan Asia Tenggara. Selama ini Ponpes Darussyifa Al-Fitroh sering didatangi santri dari luar negeri.
Dalam menghadapi santri dari luar, kata Enzon, memang banyak tantangan bagi pengajar. Terutama dari segi kultur, lingkungan, dan bahasa. Untuk pendidikan umum, para santri itu ditempatkan belajar di sekolah-sekola terpadu di bawah asuhan ponpes.
“Mereka baru sebulan belajar dan di terima di sini. Mereka bergabung dengan jalur beasiswa yang digelar di negaranya, ” jelas Enzon sebagaimana keterangan persnya, Rabu (18/9).
Di samping dari luar negeri, santri di ponpes ini pun tidak sedikit dari wilayah Indonesia. Hampir dari semua santri domestiknya berasal dari Aceh hingga Papua.
Terpisah, sesepuh Ponpes KH. E.S. Mubarok mengatakan, dalam membagi dan menyebarkan ilmu tidak ada kata terbatas wilayah, adat, dan kultur budaya. Nilai salehan harus seluas-luasnya disebarkan. Nilai moralitas adalah sesuatu yang penting bagi manusia dalam menjalankan hidupnya.
“Kami berprinsip, ilmu itu mudah didapat, tetapi kesalehan dan moralitas sulit didapat. Makanya kami mengajarkan kepada santri lebih kepada moralitas dan kesalehan terlebih dahulu, kemudian ilmu.” [fath/Kesatu.co]