SUARA PESANTREN | Jakarta–Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW) memberi pembekalan peserta Program Kaderisasi Ulama (PKU) di Universitas Darussalam (Unida) Gontor, di Gedung Nusantara V Komplek Parlemen, Jakarta, pada Selasa (7/11). Ia berbicara tantangan Indonesia di era reformasi, seperti penurunan moral, penyalahgunaan narkoba, dan judi online yang menjadi masalah darurat di Indonesia saat ini.
Dalam konteks pesantren, kata HNW, situasi darurat tersebut bisa dianggap sebagai kesempatan untuk meraih lebih banyak pahala. Semakin besar tantangannya, semakin besar juga pahalanya. Ini mendorong para santri dan calon ulama untuk berusaha keras dalam mengatasi masalah darurat bersama umat dan bangsa.
“Kondisi darurat semacam itu harus diatasi, tapi tidak bisa kita selesaikan sendiri. Ini memerlukan kerja sama kolaboratif semua pihak, tidak hanya di tingkat nasional, tetapi juga internasional. Sebab, narkoba dan judi online, LGBT, melibatkan jaringan internasional. Tetapi Pesantren dan alumni Pesantren Gontor memiliki jaringan internasional, dan kemampuan berbahasa Inggris, Arab, serta kepandaian berkolaborasi, berukhuwah, yang sangat memungkinkan bisa membuat jaringan yang meluas untuk mengatasi masalah-masalah itu,” ujar HNW dalam keterangannya, Kamis (9/11/2023).
HNW menjelaskan dalam kondisi ini generasi milenial juga dihadapkan pada era disrupsi, yang membuat kaum muda dan generasi milenial yang kurang memiliki landasan ilmu dan etika merasa bingung dalam menghadapi informasi yang melimpah. Melalui perangkat elektronik (gadget), generasi milenial dapat tersesat dalam kebingungan karena banyaknya informasi yang bermacam-macam, informasi yang membolehkan, ada yang tidak membolehkan, ada informasi yang mengatakan haram, ada informasi yang mengatakan halal.
“Dalam kebingungan itu muncullah era post truth di mana dalam era ini tidak ada kebenaran mutlak. Kebenaran mutlak dianggap sudah masa lalu. Dalam era ini, semua tergantung pada masing-masing orang atau pribadi. Namun, dalam keadaan kebingungan itulah banyak tawaran yang menggiurkan seperti narkoba, seks bebas, pornografi, judi on line, dan lain-lain,” katanya.
Menurut HNW, kondisi semacam itu tidak bisa diatasi sendiri melainkan perlu kerja kolaboratif semua pihak tidak hanya di tingkat nasional tetapi juga internasional karena masalah narkoba, judi online, LGBT melibatkan jaringan internasional.
“Pesantren dan alumni Pesantren Gontor memiliki kemampuan berkomunikasi dan berkolaborasi, serta berukhuwah dengan kemampuan bahasa Inggris dan Arab sangat memungkinkan bisa membuat jaringan yang meluas untuk mengatasi masalah itu,” katanya.
HNW menambahkan masalah-masalah itu juga tidak mungkin diselesaikan dengan asal-asalan melainkan memerlukan ilmu dan wawasan yang luas. Oleh karena itu, kemampuan untuk mengelola pengetahuan dasar menjadi solusi sangat penting, dan inilah tempat di mana peran para kader Ulama menjadi relevan.
“Maka sangat penting para kader Ulama aktif berada di tengah-tengah komunitas keumatan. Karena itu perlu dibangun komunikasi dan silaturahmi, bertemu dengan NU, Muhammadiyah, dan lainnya sehingga terbiasa membangun jaringan, silaturahmi, dan kerja sama mengatasi masalah. Hal yang mestinya mudah dilakukan oleh santri/kader ulama dari Gontor karena sudah biasa dibekali dengan prinsip ukhuwah Islamiyyah,” imbuhnya.
HNW memberikan contoh tentang peran di parlemen. Terbukti banyak tindakan positif yang dapat dilakukan oleh alumni Gontor di DPR/MPR, seperti mengusulkan ketentuan soal iman, takwa, dan akhlak mulia dalam konstitusi UUD NRI 1945, serta mendorong penyusunan UU yang berkaitan dengan Pesantren.
Selain itu, HNW juga menggambarkan keberhasilan yang signifikan lainnya, yaitu pelaksanaan Aksi Bela Palestina pada tanggal 5 November lalu. Aksi ini banyak diprakarsai oleh alumni Gontor, seperti Dien Syamsuddin, yang juga merupakan alumni Gontor, menjabat sebagai Ketua Aksi Bela Palestina.
“Persiapan Aksi Bela Palestina ini hanya lima hari. Kita mengadakan rapat offline hanya sekali. Kita hanya mengimbau, menyebar meme, dan lewat WA. Tetapi sekitar 2,3 juta orang bisa hadir. Aksi Bela Palestina yang dihadiri oleh lintas ormas keagamaan, profesi, gender, bahkan hadir juga para tokoh yang mewakili pemerintah maupun parlemen, semuanya berjalan tertib, aman dan bersih,” kata HNW yang juga Wakil Ketua Pengarah Aksi Akbar Aliansi Rakyat Indonesia Bela Palestina.
“Ini menjadi salah satu bukti bahwa Gontor, para santri dan para alumninya mudah diterima dan bisa menggalang kebersamaan sampaikan kepedulian untuk atasi masalah keumatan dan kemanusiaan melalui aksi besar. Itu salah satu berkah kepercayaan pada Gontor dan alumninya. Maka para santri/calon ulama dari Gontor penting untuk mempersiapkan diri agar bisa melanjutkan kiprah positif ini. Pintu sudah kami buka lebar-lebar, maka jangan dimubazirkan,” pungkasnya. [rojink]