SUARA PESANTREN | Bandung – Pondok Pesantren Dar Al-Taubah sudah 22 tahun berdiri di tengah-tengah kawasan lokalisasi Saritem, Kota Bandung. Kehadiran ponpes menjadi penyejuk terutama untuk mengikis stigma kawasan Saritem yang memang sudah tersohor sebagai lembah hitam prostitusi yang telah ada sejak 100 tahun lalu itu.
Kepada detikJabar, pengasuh Ponpes Dar Al-Taubah Dudu Mardiana mengaku kini keberadaan pondok sudah mulai diakui oleh lingkungan warga di Saritem, terutama para pelaku prostitusi di sana. Berbeda dengan saat tahun-tahun awal didirikan, warga Saritem kini sudah bisa hidup berdampingan dengan aktivitas ponpes.
Simak Tayangan Yatim Wakafkan Hartanya untuk Pesantren
“Alhamdulilah sekarang mah baik, kita memang sering sosialisasi kepada masyarakat karena memang tujuan pesantren itu merubah image. Dari misalkan tempat ini terkenalnya di luar itu tempat prostitusi, sekarang ada kehadiran pesantren paling tidak setengahnya tidak seperti itu lagi,” kata Dudu dilansir Detik.com.
Dudu mengakui perlu treatment khusus supaya syiar dari ponpes bisa diterima oleh masyarakat sekitar. Apalagi berada di lingkungan prostitusi, pihak pondok pesantren tak bisa begitu saja mengatur kehidupan warga yang sudah sejak lama berkecimpung di lembah hitam Saritem.
“Kita awal-awal adaptasi, karena kan enggak mungkin kita door to door di sini apalagi ke lingkungan prostitusi. Kita pelan-pelan, sampai akhirnya masyarakat di sini mengakui keberadaan pondok tapi tidak seperti merasa mereka akan dihilangkan pekerjaannya setelah ada pondok,” ungkapnya.
Simak profil masjid-masjid di Suara Masjid
Salah satu cara yang dilakukan adalah pihak ponpes ikut membaur bersama warga Saritem. Jika warga memiliki aktivitas sosial dan lainnya, pihak pondok tak segan melepaskan atribut keagamaan supaya bisa diterima oleh masyarakat sekitar.
“Di sini terasa betul seninya, indahnya begini kang. Saking kita ingin merangkul mereka, termasuk preman-preman di sini yang sudah deket sama pesantren, mereka contoh senengnya bulu tangkis, kita ganti setelan. Kita enggak pake baju koko, tapi pake pakaian olahraga terus kita bawa raket dan kita ikut bermain. Padahal tujuan utamanya mah kita mengajak sosialisasi dan menyampaikan syiar agama,” terangnya.
“Atau kalau mereka senengnya biliar, kita terjun ke sana juga. Memang urusan mereka mau kembali ke jalan yang benar itu terserah mereka, tapi yang penting kita sampaikan pesan-pesan agama. Caranya seperti itu, dakwah tapi tidak memaksa. Karena kalau urusan hidayah kan itu urusan Tuhan yah, yang penting kita berusaha. Intinya Setiap orang yang membutuhkan Tuhan, jangan sampai dihalangi,” tambahnya.
Berkiprah sudah 22 tahun, Ponpes Dar Al-Taubah pun telah menjelma dan menjadi warna pembeda di kawasan Saritem. Apalagi memang, mereka mendapat amanah dari Pemkot Bandung supaya bisa menghilangkan stigma kawasan tersebut dari lembah hitam prostitusi sesuai dengan misi pemkot yang berahlakul karimah.
“Dulu memang nyaris semuanya jadi tempat prostitusi, tapi semenjak ada pondok sekarang sudah mulai berkurang. Tujuan pesantren kita bukan untuk menghilangkan Saritem, kan itu mah ada yang berwenang. Tapi kalau boleh dibilang pesantren tidak terlepas dari kerjasama Pemkot Bandung, salah satunya untuk merubah image Saritem dan menciptakan Bandung berakhlakul karimah,” pungkasnya. [ro]