SUARA PESANTREN | Bogor–Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor, Jawa Barat, melalui Tim Percepatan Pembangunan Strategis (TPPS) mendorong 1.400 pondok pesantren yang ada di wilayahnya agar menerapkan satuan pendidikan muadalah. Yaitu pendidikan khas pesantren bagi yang tidak memiliki pendidikan formal.
“Ketika semua pesantrenyang tidak memiliki pendidikan formal sudah berstatus muadalah, akan meningkatkan angka rata-rata lama sekolah di kabupaten Bogor. Karena setiap lulusan (pondok pesantren) tercatat sebagai peserta didik di dalam sistem,” ungkap anggota TPPS Kabupaten Bogor, Saepudin Muhtar alias Gus Udin di Cibinong, seperti dilansir Medcom, Rabu, 16 Maret 2022.
Pasalnya, rata-rata lama sekolah di Kabupaten Bogor yang kini di angka 8,31 tahun, masih jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan angka rata-rata lama sekolah secara nasional, yakni 8,54 tahun. Angka 8,31 tahun masih jauh dari yang ditargetkan oleh Bupati Bogor, Ade Yasin melalui program Karsa Bogor Cerdas, yaitu 8,61 tahun pada tahun 2023.
Udin yang merupakan Ketua Bidang Pendidikan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Bogor menduga, salah satu penyebab minimnya angka rata-rata lama sekolah di kabupaten Bogor yaitu banyak lulusan pondok pesantren yang belum berstatus muadalah. Sehingga tidak tercatat telah menempuh pendidikan resmi.
Satuan pendidikan muadalah merupakan program pendidikan resmi yang berada di bawah Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pesantren Kementerian Agama. “Kami mendorong pondok pesantren yang tidak memiliki pendidikan formal untuk bekerja sama dengan PKBM sekitar wilayahnya serta membentuk Satuan Pendidikan Muadalah sebagaimana ketentuan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2019,” kata Udin.
Menurutnya, mendorong pondok pesantren agar berstatus muadalah merupakan salah satu dari sembilan poin yang menjadi rekomendasi TPPS Kabupaten Bogor kepada Ade Yasin untuk meningkatkan angka rata-rata lama sekolah.
Delapan rekomendasi lainnya yaitu, pertama, penetapan rata-rata lama sekolah tingkat kecamatan dan desa. Kedua, melakukan kurasi data penduduk usia sekolah dan usia 25-55 tahun yang belum mencapai wajib belajar sembilan tahun dengan meningkatkan peran pemerintah desa serta ketua RT dan RW.
Ketiga, membentuk tim atau satgas tingkat kabupaten, kecamatan dan desa untuk mengoptimalisasi pusat kegiatan belajar mengajar (PKBM) dengan dukungan alokasi dana desa (ADD). Keempat, memberikan penghargaan atau awarding untuk kecamatan dan desa yang mencapai angka rata-rata lama sekolah tertinggi.
Kelima, mendorong dunia usaha dan industri untuk meningkatkan taraf karyawannya secara berjenjang. Keenam, optimalisasi peran lembaga pendidikan, organisasi profesi pendidik dan dunia usaha, serta melakukan gerakan satu guru lima siswa atau satu orang tua asuh untuk lima siswa.
Ketujuh, memaksimalkan peran ormas dan Majelis Ta’lim untuk mendorong anggotanya melanjutkan Pendidikan melalui Paket A, B dan C. Kedelapan, mewajibkan belajar sembilan tahun untuk pemerintah desa, mulai dari perangkat desa, hingga, RT dan RW. [roj]