SUARA PESANTREN | Jakarta–Ketua Rabithah Ma’ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama (RMI NU), Abdul Ghofar Rozin menilai peluang pesantren untuk “menguasai” ekonomi syariah sebetulnya sangat besar. Berdasarkan catatan Kementerian Agama, terdapat 26.973 pondok pesantren di Indonesia yang tersebar di 34 provinsi.
Namun, Abdul Ghofar Rozin yang akrab disapa Gus Rozin ini menilai literasi keuangan di lingkungan pesantren masih perlu mendapatkan banyak perhatian. Meskipun di beberapa pesantren besar sudah cukup baik literasi keuangannya, namun secara umum Gus Rozin menilai literasi keuangan dan literasi digital ekonomi masih menjadi problem.
“Kalau kita melihat realitasnya, literasi keuangan di pesantren masih perlu mendapatkan perhatian yang sangat besar. Kita lihat pencatatan keuangan di pesantren masih belum menjadi kesadaran secara umum. Pesantren yang terlayani lembaga finansial formal juga masih belum banyak, semuanya masih dijalankan secara konvensional. Jadi kalau kita lihat peluang yang ada dengan realitas yang terjadi saat ini, pekerjaan kita masih sangat besar,” kata Gus Rozin dalam webinar “Prospek Pengembangan Keuangan Syariah di Dunia Pesantren”, Minggu (14/3/2021).
Diakui Gus Rozin, para santri di pesantren merupakan generasi Z yang sebetulnya sudah melek dengan teknologi digital. Bisa dipastikan seluruh santri sudah memiliki akun media sosial. Namun di sisi lain, tidak banyak pesantren yang mengizinkan santrinya membawa gadget.
“Saya kira memang sudah ada kesadaran bahwa pesantren harus menyesuaikan diri atau memperkenalkan dunia digital, tetapi belum semuanya membuat langkah-langkah yang taktis, strategis, dan masif memperkenalkan dunia digital ini untuk kebaikan. Misalnya saja dalam penggunaan media sosial, ketika kemudian tidak ada pelajaran atau pendidikan bagaimana pengelolaan media sosial, bagaimana membuat kontra narasi di media sosial secara taktis dan strategis di pesantren, mereka akan belajar bermedsos dari orang lain yang tidak kita kenali dan ini cukup berbahaya,” kata Gus Rozin.
Menurut Gus Rozin, para pengambil kebijakan di pesantren seharusnya bisa mengambil peluang ini. Sebab santri tidak bisa lagi dilarang untuk tidak memakai gadget. “Pesantren yang masih melarang santrinya ber-gadget, saya mempersilahkan keliling ke warung-warung di sekitar pesantren. Ada banyak charger bergelantungan di sana, itu punya siapa? Kalau kemudian tidak difasilitasi, maka akan liar,” kata Gus Rozin. [rojink]