SUARA PESANTREN | Malang–Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Prof Muhadjir Efendy mengimbau kepada pemangku pesantren Muhammadiyah untuk mempelajari undang-undang pesantren dan aturan turunannya.
Hal tersebut ia sampaikan pada acara Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) V Pesantren Muhammadiyah pada Rabu, (31/8/22) di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM).
Terbitnya undang-undang tersebut, menurut mantan Rektor UMM tersebut adalah bentuk perhatian pemerintah terhadap keberadaan pesantren.
“Karena setelah puluhan tahun, bahkan ratusan tahun, sebelum merdeka, pesantren sudah eksis. Tetapi secara kepastian hukum baru terealisasi sekitar dua atau tiga tahun yang lalu. Yaitu dengan diterbitkannya Undang-Undang Pesantren No 18 Tahun 2019. Yang sebelumnya sudah diberikan pemanasan dengan Hari Santri oleh Presiden Jokowi,” paparnya.
Ketua Badan Pembina Harian UMM itu menyadari masih banyak kekurangan undang-undang pesantren itu. Yang penting menurutnya adalah sudah dimasukkan ke dalam program legislasi nasional (prolegnas). Kalau masih ada kekurangan bisa disempurnakan.
“Yang penting posisi pesantren sebagai institusi pendidikan, secara hukum mendapatkan perlindungan. Dan secara undang-undang ada kepastian,” ujarnya.
“Kenapa? Karena dengan adanya undang-undang itu, implikasi yuridis, dan implikasi terhadap budget pemerintah otomatis harus ada (kepada pesantren),” katanya.
Karena itu, lanjutnya, dengan adanya undang-undang tersebut, mau tidak mau pemerintah harus, secara eksplisit, mengalokasikan anggaran di dalam APBN, yaitu anggaran untuk pesantren.
“Sekarang ini (dana tersebut) sudah ada di Kkementerian Agama. Sudah otomatis ada slot untuk anggaran pendidikan pesantren. Bahkan, di Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) itu sekarang sudah ada anggaran yang secara bertahap nantinya akan diakumulasikan. Namanya dana abadi pesantren,” ungkap pria kelahiran Madiun 66 tahun yang lalu itu.
Dana abadi imbuhnya adalah dana yang dihimpun setiap tahun dari kelebihan Anggaran Perancanaan Belanja Negara (APBN) dari anggaran pendidikan.
Menurut Muhadjir dan tersebut akan diputar. Kalau ada manfaatnya, itu yang akan digunakan untuk pengembangan pesantren. Dia pun melanjutkan kenapa hal tersebut harus dilakukan. Karena di Undang-Undang Dasar 1945: anggaran pendidikan dipatok 20 persen.
“Jadi minimum harus 20 persen dari APBN dan APBD,” rincinya. [fro]