PESANTREN | Jakarta–Sejak nyantri di Pondok Modern Darussalam Gontor, pemilik nama M Abdul Ghoffar ini sudah senang menerjemahkan buku asing. Kesenangan menerjemahkan mengantarkannya menjadi owner penerbit Islam yang berkelas, dialah penerbit buku Islam, Al Mahira.
Islam and Christinity, sebuah buku berbahasa Inggris, ini menantang Ghoffar untuk mampu menerjemahkan kalimat demi kalimat. Buku setebal 300 halaman itu, ia preteli kata per kata untuk disalin menjadi bahasa Indonesia. Tak mudah, butuh ketelatenan, kesabaran dan keuletan dalam menerjemahkan.
Kesenangan menerjemah ia jalani saat kelas akhir di Gontor. Ia menyempatkan untuk mencoba menerjemahkan buku tersebut meski di tengah-tengah ia fokus pada ujian kelas akhir.
Lulus dari Gontor tahun 1990, Ghoffar mengabdi di Pondok Modern Darussalam Garut. Buku yang pernah ia terjemahkan masih ia bawa untuk dilanjutkan. Namun niatan itu berhenti setelah melihat buku-buku di perpustakaan banyak berbasaha Arab. Ia pun beralih menerjemahkan buku bahasa Arab.
Buku pertama yang ia terjemahkan adalah Binaul Ushrah atau Membangun Rumah Tangga setebal 40 halaman. Tipis memang, tapi pengerjaannya membutuhkan waktu 6 bulan karena disambi mengajar.
Usai pengabdian di Garut, Ghoffar melanjutkan studi ke LIPIA Jakarta. Ia semakin tertantang untuk menuntaskan terjemahannya dan menawarkan ke penerbit di Jakarta. Ia berpikir, uang hasil dari menerjemahkan nantinya bisa untuk bayar kos-kosan.
Ternyata tak seindah yang ia bayangkan, setelah menawarkan ke penerbit-penerbit tak satupun yang mau menerima hasil terjemahannya. “Mizan, GIP, Pustaka Hidayah. Alhamdulillah semua menolak, tapi saya tidak menyerah dan berusaha bisa tetap agar buku ini diterima,” kenang lelaki kelahiran Tuban, 14 Februari 1971.
Usaha untuk menawarkan terjemahan ia coba lakukan saat ada Islamic Book Fair tahun 1992 di Masjid Istiqlal, Ia tawarkan ke stand-stand penerbit tapi jawabannya sama, tidak bisa. “Saat itu ada CV Firdaus dan ada ownernya, akhirnya saya tawarkan,” terang ayah dari enam anak ini.
Setelah ada sinyal positif, Ghoffar pun dipanggil ke kantornya untuk melanjutkan kerjasama. “Alhamdulillah perjuangan menawarkan terjemahan akhirnya berhasil, saat itu harga per halaman tiga ribu rupiah,” kenangnya.
Hasil dari terjemahan perdana ini, uangnya ia belikan tape recorder untuk hiburan di tempat kos yang sepi. Setelah itu, ia semakin semangat dan orderan terjemahan pun mulai banyak orderan. Mendapatkan order ketiga, tape recorder yang ia beli ia wakafkan ke masjid yang ada di kampung.
Seiring waktu, pengalaman menerjemahkan semakin terasah, beberapa buku kembali ia tawarkan ke penerbit yang dulu menolak. Alhasil, mereka menerima semua buku-buku terjemahannya. “Akhirnya yang dulu menolak semua bisa menerima buku saya,” ujarnya.
Ghoffar pun setiap hari bergelut dengan aktivitas menerjemahkan. Ratusan buku sudah berhasil ia terjemahkan. Alhasil ada yang best seller ada juga yang biasa. Upah dari menerjemahkan ia gunakan untuk melanjutkan kuliah di Ibnu Chaldun di Jakarta jurusan Hukum. “Saya harus mandiri dan tidak mau dibiayai orangtua,” tegasnya.
Salah satu buku yang best seller saat ia belum menikah adalah Fikih Perempuan penerbit Pustaka Hidayah. Buku ini dicetak berkali-kali dengan total nilai puluhan miliar. Sementara ia menerjemahkan saat itu mendapatkan honor 1.5 juta rupiah.
Tahun 1999, Ghoffar mulai membuka lembaran baru dengan menikahi gadis muallaf bernama Natalia Romanti. Dua hari setelah nikah, ia mendapatkan amanah menerjemahkan Tafsir Ibnu Katsir dari penerbit Imam Syafii.
Tafsir Ibnu Katsir berjumlah 10 jilid, total halaman sekitar 11 ribu halaman. Buku tafsir ini menjadi best seller saat itu. “Awalnya diterjemahkan beberapa orang, namun setelah dibaca oleh editor dan muroji’ agar penerjemahannya diserahkan ke saya. Akhirnya saya selesaikan penerjemahannya selama satu tahun,” paparnya.
Setelah beberapa tahun melihat perkembangan buku-buku terjemahan yang laris di pasaran, Ghoffar ingin merasakan ceruk bisnis penerbitan. Ia pun merjemahkan buku dengan bendera sendiri bernama Al Mahira tahun 2001. Harapannya dengan nama itu pembaca semakin mahir.
Buku pertama yang ia terbitkan berjudul ‘Ketika Menikah Menjadi Pilihan’. Ia gunakan tenaga freelance untuk mendesain buku. Selebihnya ia harus bergerilya ke percetakan. Mulai menyiapkan kertas, film, wraping ia terlibat. Akhirnya buku sebanyak 3000 buah tercetak.
Dengan motor bututnya, ia bawa puluhan buku untuk ditawarkan ke toko-toko buku. Ternyata seluruh kios atau toko menolak bukunya. Akhirnya ia lempar ke distributor. “Karena tak ada pengalaman marketing dan tidak ada relasi dengan toko, akhirnya saya berhenti vacum tiga tahun,” ujarnya.
Tahun 2003 ia mencoba menerbitkan kembali berjudul ‘Serba Serbi Wanita’. Pasar masih enggan merespon buku terbitan Al Mahira. Tahun 2004 ia menerbitkan lagi buku hasil pemikiran sendiri, judulnya ‘Menyikapi Tingkah Laku Suami’ setebal 400 halaman. “Alhamdulillah responnya lumayan bagus dibanding dua buku sebelumnya,” paparnya.
Dari usaha itu, nama Al Mahira mulai dikenal di dunia perbukuan. Akhirnya tahun 2006 ia terjemahkan ‘Buku Panduan Shalat’ namun ia kekurangan modal. Lalu ia pinjam ke distributor sebesar 50 juta.
Ternyata langkahnya ini mendapat ‘tentangan’ dari istrinya. Sang istri kuatir tidak bisa mengembalikan uang sebesar itu. “Saya ambil risiko jika tidak bisa mengembalikan saya bisa dipenjara. Bismillah, kalau kita mau mancing ikan paus jangan pake ikan teri. Harus ikan gede buat kail,” yakinnya.
Pasar cukup menggeliat dengan hadirnya buku Panduan Shalat yang full colour. Akhirnya ia memberanikan diri membuat pasar pembaca kelas menengah ke atas dengan suguhan buku tebal full colour. Muncullah Atlas al-Qur’an yang menjadi best seller saat itu.
Ia pun mulai berani menyewa rumah untuk kantor di Cipinang. Tentangan kembali hadir dari orang terdekatnya. Namun setelah meyakinkan sang istri akhirnya ia menyewa rumah dan merekrut tiga karyawan. Tentangan berikutnya ketika ia akan mengiklankan buku Atlas al Qur’an ke koran dengan nominal saat itu belasan juta, padahal saat itu ia masih menggunakan motor butut sebagai transportasi. “Ya wajar istri kuatir dengan kenekadan saya, setidaknya ia menjadi rambu-rambu agar saya tidak kebablasan,” tuturnya.
Atlas al Qur’an mendapatkan respon pasar yang luar biasa setelah beriklan di koran. Saat itu, produk Al Mahira menjadi produk termahal buku Islam full colour dengan harga 199.000 rupiah. Orderan terus mengalir bahkan kuwalahan menerima orderan Atlas Qur’an. Tidak sampai sebulan 5000 buku ludes hingga beberapa kali cetak. Hingga ia dikejar-kejar oleh marketing.
Tak berhenti di Atlas al-Qur’an, Ghoffar mencari inovasi lain dengan kembali membuat buku luks dan tebal soal Atlas Hadis, Atlas Nabi dan Rasul, Atlas Haji dan Umrah dan lain sebagainya. “Buku saya luks, dan harganya mahal. Saya punya kelas sendiri untuk midle up dan respon pasar bagus,” ujarnya.
Terbitan Al Mahira pun kian dikenal tidak hanya di dalam negeri, tapi juga ke negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, Brunei bahkan kawasan Timur Tengah. Berbagai kerjasama penerbitan pun terjalin untuk pengembangan bisnis penerbitan ini.
Belakangan, Al Mahira juga banyak menerbitkan mushaf al Qur’an yang berbeda dengan pesaingnya. Banyaknya model al Qur’an di pasaran, menjadi tantangan tersendiri untuk menciptakan pasar yang berbeda. Misalnya, ia buat al Qur’an untuk hafalan, untuk tajwid, al Qur’an plus hadis Bukhari dan Muslim. Bahkan yang terakhir dirilis tahun 2019 adalah al Qur’an Cinta.
Al Qur’an Cinta berkonsep desain berbentuk love. Dengan satu paket berisi dua mushaf, satu untuk terjemahan dan satu untuk hafalan. Qur’an Cinta ini juga dilengkap dengan hadis-hadis tentang cinta di setiap halamannya.
Kini, Al Mahira telah memiliki gedung sendiri untuk operasional di bilangan Kalimalang. Karyawan berjumlah 27 orang. Uniknya ia mewajibkan karyawan membaca al-Qur’an selama 20 menit sebelum aktivitas kerja.
Tak hanya itu, untuk memberikan rangsangan cinta al Qur’an, pihaknya memberikan hadiah kepada karyawan yang khatam Al Qur’an dalam sebulan. Bahkan bagi karyawan yang berhasil menghafal 1 juz dalam enam bulan, maka ia akan mendapatkan bonus satu juta. Jika berikutnya berhasil menghafal 1 juz lagi, maka ia berhak mendapatkan hadiah satu bulan gaji.
Ketika Ramadhan, karyawan boleh datang ke kantor tidak bekerja mulai dari jam 8 sampai 5 sore tapi tadarus dan amaliah di bulan suci. Selain itu, setiap bulan Al Mahira juga memberikan santunan anak yatim.
Setiap tahun juga memberikan waqaf al Qur’an. Tahun 2018, pihaknya telah menyalurkan al Qur’an sebanyak 55 ribu eksemplar dibagi ke masjid-masjid. “Semoga tahun 2019 ini, waqaf al Qur’annya jauh lebih banyak dan banyak manfaatnya,” paparnya.
Ghoffar meyakini bahwa janji Allah tidak akan pernah diingkari. Ketika ia mengeluarkan untuk wakaf banyak, ternyata yang datang jauh lebih banyak. “Saya merasakan ada nilai dan keberkahan lain yang mengundang sisi kebaikan, rejeki keberkahan di situ,” katanya. [fath/Gontornews]