SUARA PESANTREN | Mojokerto–Kisah Dr. KH. Asep Saifuddin Chalim., MA Pendiri Pondok Pesantren Amanatul Ummah dirangkum dalam sebuah catatan jurnalistik oleh Mas’ud Adnan penulis, menjadi sebuah buku berjudul “Kiai Miliarder, Tapi Dermawan”.
Melalui kegiatan forum diskusi yang digelar oleh Pascasarjana Unair, Mas’ud memaparkan perjalanan Kiai Saifudin yang dulunya hidup penuh keterbatasan dan kini menjadi seorang miliarder.
Mas’ud Adnan sendiri menulis buku tersebut berdasarkan pengalamannya saat bersama dengan Kiai Asep. Dia mengaku pernah diberi sarung amplop saat sowan ke rumah kiai itu.
“Sampai saya tidak enak hati sendiri. Pada saat mau dikembalikan, pengawal beliau malah bilang pemberian ini sudah biasa dilakukan oleh kiai kepada tamu lain yang hadir,” kata Mas’ud dalam acara ngaji buku “Kiai Miliarder Tapi Dermawan” Jumat, (30/9/2022) lalu di Unair Kampus B.
Dalam diskusi tersebut, Mas’ud menyampaikan jika sang kiai pantas disebut sebagai miliarder. Karena saat ini pondok pesantren yang dipimpinnya memiliki sekitar 16 ribu santri dengan total aset tanah mencapai kurang lebih 100 hektare.
Tidak hanya itu, Bu Nyai Alif Fadilah istri KH Asep saat ini juga mengelola kantin pondok yang pendapatannya bisa mencapai Rp2 miliar dalam setahun.
Sementara itu, Badri Munir Sukoco Direktur Pasca Sarjana Unair dalam forum diskusi tersebut, mengaku jika dirinya tidak heran apabila Kiai Asep bisa menjadi miliarder. Menurutnya beliau sangat disiplin dan konsisten dalam mengelola pondok pesantrennya.
“Bayangkan saja setiap pagi Pak Kiai selalu berangkat dari rumahnya di Siwalankerto Surabaya ke pondok pesantren di Pacet,” kata Prof Badri menceritakan isi buku itu seperti dilansir suarasurabaya.net.
Menurut Badri, Kiai Asep merupakan role model seorang pemimpin pondok pesantren modern yang telah dianugerahi berbagai penghargaan.
Pada kesempatan itu Kiai Asep yang juga hadir secara langsung dalam forum diskusi, sedikit menceritakan tentang awal-awal dirinya mendirikan pondok pesantren pada 2006 di Pacet. Dia mengatakan saat itu akses di lokasi pondoknya sangat sulit untuk dijangkau.
“Kita tidak punya apa-apa dulu. Hanya asrama kecil dan gudang kayu di belakang. Kelasnya juga hanya dua,” ucapnya.
Namun saat itu, Kiai Asep berambisi untuk menjadi pondok tersebut sebagai kiblat pendidikan berbagai keilmuan dan kebudayaan untuk dunia.
Setelah melewati fase perjuangan yang cukup panjang serta kedisiplinan dan manajemen yang baik, pondok pesantren di bawah komando Kiai Asep tersebut mulai membuahkan hasil.
Dia menyebutkan, ada lembaga survei award pada tahun 2017 mengatakan Pondok Pesantren Amanatul Ummah sebagai The Most Favorite School Indonesia, kemudian pada 2018 sebagai The Best Tutoring School dan 2019 sebagai Pondok Modern Inspiratif di Indonesia.
“Sistem pendidikan di tempat kami agar mereka mudah mendapat ilmu ada tujuh hal. Yang pertama adalah berkesungguhan, makan tidak sampai kenyang, tidak meningalkan wudhu, tidak bermaksiat, tidak jajan di luar, dan menjaga shalat,” pungkasnya.
BIODATA
Biodata Dr. KH. Asep Saifuddin Chalim., MA diambil dari situs Laduni.id
KELAHIRAN
Dr. KH. Asep Saifuddin Chalim., MA lahir pada tanggal 16 Juli 1955, di Leuwimunding, Majalengka, Jawa Barat. Beliau merupakan putra dari pasangan Kiai Abdul Chalim dengan Nyai Qana’ah asal Plered Cirebon.
KELUARGA
Pada tahun 1980, Dr. KH. Asep Saifuddin Chalim., MA melepas masa lajangnya dengan menikahi Nyai Hj. Fadilah. Buah dari pernikahannya, beliau di karuniai sembilan anak, putra-putri beliau diantaranya, M. Albarra, Imadatussaadah, Fatimatuzzahroh, Muhammad Ilyas, Hanatussaadah, Muhammad Habiburrahman, Muhammadul Azmi Al-Mutawakkil Alallah, Siti Juwairiyah, dan Muhammad Abdul Chalim Sayyid Dhuha.
PENDIDIKAN
Pada awal tahun 1974, Dr. KH. Asep Saifuddin Chalim., MA berkelana ke berbagai kota di Jawa untuk mencari pengalaman dan menimba ilmu. Di antara kota yang menjadi saksi atas perjuangan hidupnya adalah Jember, Banyuwangi, Lumajang, Bandung, Jakarta, Banten, Palembang dan terakhir di Surabaya. Banyak yang dilakukan Kiai Asep dalam perjalanan itu, bahkan di Surabaya Kiai Asep pernah menjadi kuli bangunan.
Kiai Asep juga pernah mengenyam pendidikan di beberapa pondok pesantren, diantaranya: Pondok Pesantren Cipasung Jawa Barat, Pondok Pesantren Sono Sidoarjo, Pondok Pesantren Siwalanpanji Sidoarjo, Pondok Pesantren Gempeng Bangil, Pondok Pesantren Darul Hadits Malang dan yang terakhir Pondok Pesantren Sidosermo Surabaya.
Kiai Asep Saifuddin Chalim dibesarkan di Pondok Pesantren Al-Khozini Sidoarjo setelah ayahandanya meninggal dunia. Meskipun Kiai Asep adalah putra dari salah seorang Kiai terkemuka pada masa itu, tetapi penampilan Kiai Asep tetaplah sederhana. Akan tetapi, kepandaiannya sudah terlihat sejak beliau menduduki kelas 1 MI (Madrasah Ibtidaiyah) saat beliau masih mengenyam pendidikan di desa Leuwimunding Jawa Barat, bahkan beliau dikenal dengan santri yang cerdas, gemar membaca kitab-kitab salaf yang akhirnya menjadikan Kiai Asep sebagai salah satu santri kesayangan KH. Abbas, salah seorang pengasuh Pondok Pesantren Al Khozini Sidoarjo.
Ketika menduduki bangku SMP beliau mengenyam pendidikan di SMP Negeri 1 Sidoarjo. Lulus SMP Kiai Asep melanjutkan pendidikan di bangku SMA namun hanya sampai kelas 2 SMA saja karena ayahandanya wafat, tetapi Kiai Asep masih tetap melanjutkan pendidikan nya di Pondok Pesantren Al-Khozini.
Setelah mendapatkan surat keterangan lulus dari Kiai Pondok Pesantren Al-Khozini, Kiai Asep melanjutkan pendidikannya di IAIN Surabaya pada tahun 1975 mengambil jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam, Fakultas Adab. Tidak banyak yang tau kegiatan apa saja yang dilakukan Kiai Asep pada masa kuliah dulu atau bahkan organisasi apa saja yang pernah diikuti oleh Kiai Asep. Belum lulus sarjananya, beliau mendaftar kuliah program D3 Bahasa Inggris di IKIP Surabaya dengan ijazah persamaan SMA.
Kemudian mengajar di SMA Negeri 2 Lamongan selama 7 tahun. Kemudian Kiai Asep melanjutkan studinya di IKIP Malang. Di waktu yang lain Kiai Asep telah menyelesaikan S2 pada tahun 1997 di Unisma Malang dan S3 pada tahun 2004 di UNMER Malang.
MENDIRIKAN PESANTREN
Nasib baik mulai menyapa Dr. KH. Asep Saifuddin Chalim., MA setelah mendirikan biro perjalanan haji dan umroh (KBIH) Yayasan Amanatul Ummah. Beliaulah sendiri yang mencari calon-calon Jemaah haji untuk dibimbing. Dengan uang hasil kerja itu, Kiai Asep mulai bisa membangun Pondok Pesantren Amanatul Ummah. Kiai Asep tidak menginginkan bantuan dana dari pemerintah dalam mendirikan Pondok Pesantren Amanatul Ummah.
Kiai Asep selalu optimis dalam mewujudkan impiannya, yakni membesarkan pondok pesantren Amanatul Ummah. Didampingi istrinya, sang Kiai selalu optimis. Impiannya adalah menjadikan Kembang Belor dengan pondok pesantren Amanatul Ummah menjadi kawasan pendidikan yang makin diperhitungkan di Tanah Air. Bahkan banyak yang siap mendukung keinginan Kiai Asep.
Sekarang IKHAC (Institut Kiai Haji Abdul Chalim) sudah berdiri dengan megah dan kokoh. Institut ini berdiri pada tahun 2015, meskipun hanya 3 fakultas saja yang dibuka dan memiliki 10 jurusan. Kiai Asep bahkan sudah menyiapkan gedung pascasarjana agar para lulusan dari IKHAC tidak mengalami kesulitan bila saja ingin melanjutkan pendidikan S2 nya.
Mahasiswanya pun tidak kalah dengan kampus-kampus lain. Kiai Asep berambisi bahwa IKHAC sama persis dengan Jamiatu al Syarif al Azhar di Kairo, Mesir. Harvard University di Amerika Serikat dan Sorbonne University di Perancis. Beliau juga mampu menghadirkan mahasiswa di IKHAC dari semua propinsi di Indonesia.
Beliau juga mampu menghadirkan mahasiwa dari berbagai negara diantaranya: Afghanistan, Kazakhstan, Thailand, Vietnam, Kamboja dan Malaysia. Kiai Asep juga bertekad bahwa menginginkan kembalinya zaman keemasan Islam seperti pada pemerintahan Harun ar Rasyid dan khalifah Al Makmun pada dinasti Abbasiyah. Pada masa itu Islam sedang ada pada masa Golden Age, itu dijadikan sebagai pertanda kemajuan ilmu pengetahuan di dunia.
Islam telah mewarnai peradaban dan jembatan era kesuburan pengetahuan yang tumbuh di zaman Yunani menuju zaman Eropa. Hingga saat ini beliau selalu menekankan dalam pidatonya untuk para santriwan-santriwatinya untuk tidak menyerah dalam mewujudkan cita-citanya agar Islam dapat kembali pada zaman keemasan Islam.
PERANAN DI NAHDALATUL ULAMA (NU)
Dr. KH. Asep Saifuddin Chalim., MA merupakan keturunan dari seorang Kiai. Hal ini dapat dilihat dari ayahandanya Kiai Abdul Chalim yang banyak disinggung dan dihubungkan dengan berdirinya NU. Karena Kiai Abdul Chalim adalah seorang tokoh nasionalis yang banyak membantu para pendiri NU yakni KH. Hasyim Asy’ari dan KH. Wahab Chasbullah.
Kiai Asep juga bukan merupakan sosok pemimpin yang otoriter. Yang hanya mementingkan kepentigan pribadi dari pada kelompok dan hanya mementingkan keputusan pribadi. Namun beliau adalah sosok pemimpin yang demokratis yang mementingkan tujuan bersama agar tercapainya tujuan secara maksimal. [nk]