SUARA PESANTREN | Jakarta–Sejak awal kelahirannya, ciri khas yang paling melekat pada Muhammadiyah adalah fokus pengembangan pendidikan, terutama sekolah. Dalam dua dekade terakhir, Muhammadiyah mulai mengembangkan pesantren. Konsep pesantren yang dikelola Muhammadiyah memiliki ciri khas tersendiri yaitu mengintegrasikan pendidikan umum sekolah dengan pendidikan ala kaum santri.
Saat ini pondok pesantren Muhammadiyah tersebar di sejumlah kota dan kabupaten di seluruh Indonesia. Ditinjau dari status kepemilikan, pesantren Muhammadiyah adalah amal usaha di bawah supervisi pengurus cabang dan pengurus daerah Muhammadiyah (PDM). Pola kepemimpinan pesantren Muhammadiyah bersifat kolektif bukan personal. Artinya terdiri dari direktur (Mudir) dan dewan pengasuh yang dibatasi durasi waktu seperti halnya jabatan di pemerintahan.
Ketua Lembaga Pengembangan Pondok Pesantren Muhammadiyah (LP3M) PP Muhammadiyah Maskuri menyebutkan bahwa saat ini data pesantren Muhammadiyah sebanyak 380 pesantren di seluruh Indonesia. Data tersebut merupakan capaian yang menggembirakan mengingat lembaga ini baru dibentuk pada Muktamar Muhammadiyah ke-47 tahun 2015 di Makassar.
Dari 380 pondok pesantren itu, Maskuri juga mengemukakan ragam pesantren Muhammadiyah. Pertama, pesantren integral yang menggabungkan konsep pesantren dengan konsep pendidikan formal atau sekolah. Seperti Pondok Pesantren Darul Arqam di Garut dan Gombara (Makassar), Madrasah Muallimin dan Muallimat Muhammadiyah dan lain-lain.
Kedua, dalam 10 tahun terakhir tumbuh kembang nomenklatur baru yang dinamakan dengan Muhammadiyah Boarding School (MBS). Maskuri mengungkapkan bahwa konsep MBS ini memiliki dua bentuk: 1) MBS sebagai pesantren yang terhubung dengan sekolah formal. Pendirian sekolah meminta izin kepada Kemendikbud, sementara pendirian asrama (pondok pesantren) meminta izin kepada Kemenag. Contohnya MBS Al-Furqan Cibiuk, Garut, MBS Prambanan; 2) MBS sebagai program pesantren. Izin operasionalnya hanya sekolah di Kemendikbud, sementara program pesantren hanya diikuti oleh sebagian siswa yang tinggal di asrama. Contohnya MBS Bantul.
Keempat, pesantren tahfidz. Contoh pesantren Muhammadiyah yang fokus dalam tahfiz al-Quran adalah Pondok Pesantren Ibnu Juraim. Kelima, pondok panti asuhan. Dalam konsep panti asuhan, Muhammadiyah memberi beasiswa penuh sejak jenjang sekolah dasar sampai menengah (bahkan sebagian panti Muhammadiyah memberikan beasiswa sampai perguruan tinggi) bukan hanya bagi keluarga berlatar Muhammadiyah, tetapi bagi masyarakat umum. Contohnya panti asuhan Abdul Alim Muhammadiyah Imogiri.
“Semoga dengan adanya ragam pesantren ini dapat menghasilkan ulama-ulama yang berkemajuan,” tutur Maskuri. [fathur]