SUARA PESANTREN | Jakarta–Wakil Ketua MPR yang juga Ketua Badan Wakaf Pondok Modern Darussalam Gontor Hidayat Nur Wahid (HNW) mendorong para santri untuk mengamalkan ajaran yang diwariskan oleh pendiri Pondok Modern Darussalam Gontor demi kemajuan Indonesia. Menurutnya, mereka memberikan keteladanan yang bermanfaat bagi masa depan generasi bangsa.
“Keteladanan pendidikan itu bukan sekadar melalui apa yang disampaikan di kelas tetapi juga apa yang beliau contohkan. Itulah pendidikan dengan keteladanan,” katanya dalam keterangannya, Minggu (9/6/2024).
Hal itu ia sampaikan di depan ribuan santri Pondok Modern Darussalam Gontor usai shalat Jumat di Masjid Gontor, di Ponorogo, Jawa Timur, Jumat (7/6). Dia pun menceritakan pengalamannya saat nyantri di Pondok Modern Darussalam Gontor dari tahun 1973-1978.
“Saya termasuk generasi ‘mukhadhram’ yang bertemu langsung pendiri Pondok Modern Darussalam Gontor, yaitu K.H Ahmad Sahal dan K.H. Imam Zarkasyi dan pelanjut-pelanjutnya. Sayangnya saya tidak sempat bertemu dengan K.H. Zainuddin Fannani karena beliau sudah wafat pada tahun 1967 dalam usia 59 tahun. Ketika itu saya baru berusia 7 tahun,” tuturnya.
“Saya bertemu dan diajar langsung di kelas maupun di lapangan oleh K.H. Ahmad Sahal dan K.H. Imam Zarkasyi. Keduanya memberikan kepada kami keteladanan pendidikan, bukan hanya melalui apa yang disampaikan di kelas, tetapi melalui apa yang beliau contohkan,” ujarnya.
Dia mengatakan Masjid Gontor menjadi saksi dari keteladanan pendidikan K.H. Ahmad Sahal dan K.H. Imam Zarkasyi. Kala itu semua santri di semua kelas dilibatkan ikut membangun masjid tersebut.
“K.H. Ahmad Sahal, sekalipun sudah sepuh, selalu mengawasi dan tidak kehilangan semangat mendidik dan mengajari kami. Beliau tetap peduli dengan program besar dari lembaga pendidikannya dan memberikan harapan agar semua berjalan sesuai khittah yang diinginkan,” katanya.
HNW menuturkan ketika duduk di kelas 5 dan 6, dirinya sempat diajar langsung K.H. Imam Zarkasyi. Dia mengajarkan seorang pendidik harus menguasai materi yang hendak diajarkan. Tak hanya itu, dia juga membagikan kiat menguasai mata pelajaran kepada para santri.
“Beliau mengajarkan bukan hanya menguasai mata pelajaran, tetapi juga bisa mengajarkannya, sekaligus mengajarkan bagaimana semua itu bisa diamalkan. Jadi sebuah kesatupaduan antara iman, ilmu, dan amal. Hal ini melahirkan sikap dan pribadi yang mempunyai visi ke depan,” sambungnya.
Selain disiplin, kata dia, di Pondok Modern Darussalam Gontor juga diajarkan bagaimana berorganisasi, berani memimpin dan dipimpin. HNW berharap ajaran ini bisa menjadi bekal bagi para santri untuk menjadi pemimpin di masa mendatang.
“Pemimpin yang tidak berpikir tentang dirinya, egoisme pemimpin, tetapi berempati dan berpikir tentang rakyatnya, tentang masa depan umatnya,” katanya.
Dengan biasa berorganisasi, lanjut HNW, maka menjadi terbiasa bertemu dan berkolaborasi dengan berbagai komunitas. Berorganisasi menjadi pelajaran yang mendasar agar tidak ‘gamang’ bertemu dan berkolaborasi dengan berbagai komunitas mana pun, bahkan menjadi pemimpin di komunitas tersebut.
“Begitu ada di satu komunitas, karena bekal berorganisasi ala Gontor, maka kita sudah terbiasa. Pengalaman berorganisasi seperti itu terbawa hingga saya menjadi Ketua MPR dan sukses memimpin pelantikan Presiden pada tahun 2004, sekalipun sebelumnya belum pernah menjadi anggota MPR ataupun mengikuti sidang MPR,” ungkapnya.
Dia pun berpesan para santri Pondok Modern Darussalam Gontor untuk memegang dan mengamalkan nilai-nilai yang diajarkan para kiai pendiri Gontor.
“Nilai-nilai itulah yang sekarang dihadirkan oleh para Kiai putra-putra maupun murid-murid pendiri Gontor, mereka pemimpin-pemimpin Gontor berikutnya,” tuturnya.
“Setiap langkah, kegiatan, dan apa yang diputuskan untuk para santri, semuanya mempunyai nilai-nilai yang akan sangat berarti dan berguna bagi masa depan para santri baik di dunia pendidikan, pesantren, dunia sosial, dunia politik, dan lainnya. Nilai-nilai yang ditanamkan para kiai di Gontor ini terbukti sangat bermanfaat, maka jangan dimubazirkan, jangan disia-siakan, tapi taati, amalkan dan terus sebarluaskan. Itu menjadi kontribusi mewujudkan cita-cita Gontor memasuki abad ke 2 nya yaitu mewariskan nilai-nilai Islam yang rahmatan lil alamin sebagai kontribusi membangun peradaban mulia,” pungkasnya. []