SUARA PESANTREN | Doha–Achmad Nuril Mahyudin bersama istri Noora keduanya pasangan alumni Gontor ini tengah menghadiri Simposium International tentang Islamic Art History and Global Turn Theory, Method, Practice di Qatar pada 11-13 November 2023.
Selama di Qatar, Nuril bersama Noora akan mengisi kajian untuk muslimah Indonesia di Qatar, seminar untuk para guru, kemudian mengisi seminar untuk generasi muda terus berlanjut simposium international. “Kemudian pada tanggal 14 ke Jeddah untuk rencana umroh backpacker,” ungkap Nuril kepada Suara Pesantren, Jumat (10/11).
Dalam kesempatan ini, Nuril ingin mematangkan sang istri sebagai art dealer, Public relation dan manajer untuk karya-karya kami untuk bisa bersaing dan orbit di international. “Kami mencoba menggiring devisa untuk memakmurkan masyarakat lapis bawah dan berdiri independen sebagai pembela kesejahteraan masyarakat miskin pedusunan pelosok,” ungkapnya.
Nuril meyakini dengan tumpukan karya seni dan kualitas terbaik, kami mencoba menghadirkan diri mewakili umat Islam terbesar di dunia yang ada di Indonesia untuk melawan dunia dan menantang hegemoni barat. “Melalui sentuhan painting touch yang saya dapatkan dari tafakkur adalah satu-satunya di dunia insyaAllah,” tegasnya.
Nuril beranggapan, di forum internasional yang diadakan di Qatar ini adalah momen yang tepat untuk mem-break down strategi yang sudah dipersiapkan selama bertahun-tahun sambil menjalani aktifitas sosial di lapangan.
Sosok Nuril Mahyudin
Achmad Nuril Mahyudin adalah seorang seniman lukis kaligrafi, social-preneur, aktivis sosial yang telah mengabdikan hidupnya sebagai pejuang masyarakat pelosok secara swadaya. Dia telah berkomitmen untuk menyumbangkan 99% hasil usahanya untuk jariyah pemberdayaan masyarakat di pelosok.
Program pemberdayaan ini, Nuril inisiasi sebagai bentuk upaya sungguh-sungguh dan maksimal untuk mencari bekal mati dan mendahulukan kesuksesan akhirat daripada dunia. Karena kematian bisa datang kapan pun dan tiba-tiba.
Hal tersebut, menurut penerima Love & Care Award dan anugerah gelar Pahlawan untuk Indonesia 2014 ini, juga demi menginspirasi bangsa serta dunia, bahwa seseorang bisa berbuat tanpa harus menunggu status atau posisi di lembaga dalam bentuk jihad harta dan jiwa.
Siapa yang menyangka, sosok yang telah membangun puluhan sumur dan MCK, merenovasi madrasah dan mushalla, membangun masjid di pelosok-pelosok desa, bukanlah dermawan yang kaya raya. Rumah belum punya bahkan ke mana-mana naik motor atau sepeda. Nuril pun berderma bukan dengan sisa atau kelebihan harta, tapi nyaris 100% harta dari hasil kerja dan usaha yang didapatnya. [rojink]