SUARA PESANTREN | Jakarta–Tahun 1989, Drs. Zahrul Hadiprabowo mendapatkan tawaran untuk pengembangan perusahaan PT Bukaka Teknik Utama (BTU), milik Jusuf Kalla di wilayah Makassar. Berbagai rintangan ia hadapi dalam menjalankan tugasnya. Mulai dari teror ringan hingga ancaman pembunuhan.
Alkisah, ketika Bukaka berhasil menggandeng Singapura Telcom International (STI) yang kemudian berganti nama menjadi Bukaka Singtel Internastional (BSI) untuk mega proyek pengembangan jaringan telekomunikasi di Indonesia.
Bukan tanpa rintangan saat akan meneken kerjasama antara BTU dan STI, dalam sebuah perundingan tertutup, tiba-tiba ada seseorang yang mengaku tentara yang diutus atasannya hampir menggagalkan perjanjian, karena oknum ini meminta perusahaannya diikutkan menanam saham dalam mega proyek tersebut. Bahkan ia meminta saham mayoritas.
Masa orde baru kekuatan tentara cukup memiliki pengaruh dalam urusan bisnis swasta. Lelaki kelahiran Magelang, 22 November 1954 ini sempat dilematis, jika ia memberikan peluang sebagai pemegang saham mayoritas maka ia tidak akan lama di Bukaka, sementara jika menolak oknum maka ia akan berurusan dengan oknum tentara saat itu.
Akhirnya setelah Zahrul berkomunikasi dengan pihak manajemen, ia pun memberanikan diri dan pasang badan jikalau oknum tentara berbuat yang di luar batas. Setelah Zahrul mengundang oknum tersebut, melakukan diskusi mereka melunak dan menerima tawaran Zahrul yaitu menjadi pemegang saham tapi kecil.
Zahrul yang juga alumni Pondok Gontor tahun 1974 ini pernah merasakan bagaimana pendidikan di Gontor yang diajarkan langsung oleh generasi pertama, KH. Imam Zarkasyi. Gemblengan pendidikan leadership telah menjadikan Zahrul sosok yang bisa beradaptasi dengan lingkungannya. Termasuk menghadapi ancaman dalam menjalankan tugasnya.
Pengalaman Zahrul bekerja di perusahaan besar seperti di PT USI Jaya (IBM Indonesia), Bank of Tokyo Leasing, Bouroq Airlines Group kemudian Bukaka telah menempa Zahrul sebagai sosok yang profesional dalam mengemban tugas-tugasnya.
Saat di Bukaka Singtel, jabatan terakhirnya adalah sebagai Direktur Corporate Service and Human Resource Development. Saat itu ia membawahi lebih dari 5.000 karyawan. Dari hasil kerja kerasnya ini, Zahrul berhasil mendirikan puluhan ribu SST (Satuan Sambungan Telpon) di Indonesia Timur.
Menurut lelaki lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada (UGM) tahun 1981 ini kunci sukses dalam menjalankan tugas adalah salah satunya dengan bersabar. “Kalau tak sabar pasti kita kalah dalam bernegosiasi,” ungkap mahasiswa teladan UGM tahun 1981 ini.
Dalam kesibukannya mengurusi perusahaan Bukaka Singtel, tahun 1993 Zahrul bersama para alumni UGM membuat sebuah gebrakan ekonomi dengan mendirikan Bank Perkreditan Rakyat Syariah Harta Insan Karimah (BPRS-HIK) di Cileduk Tangerang Banten. Ia pun didapuk sebagai Komisari Utama BPRS HIK hingga sekarang.
“Saat itu kami alumni UGM jurusan ekonomi yang HMI punya misi bisa ikut membantu UMKM berkembang,” kata lelaki yang juga Ketua DKM Masjid Darussalam Jatibening ini.
Seiring perkembangannya, tahun 2009 bank perkreditan ini kemudian berubah menjadi bank pembiayaan atau Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Harta Insan Karimah (BPRS-HIK). Sebagai bank yang taat aturan, HIK terus tumbuh dan perkembang.
Setelah 25 tahun HIK menjadi sahabat para pengusaha menengah, kecil dan mikro, bahkan keberadaannya menjadi penyelemat beberapa bank kecil sehingga bisa diakuisisi menjadi cabang HIK. Kini HIK telah memiliki 11 kantor cabang dengan total aset senilai 2.5 Triliun per Juli 2018. “Tenaga kerjanya sekarang sekitar 1.000 orang dari semua cabang,” ujarnya.
Adanya beberapa akuisisi ini akhirnya tercetus pendirian Induk HIK, sebagai lembaga pusat, perumusan dan pengendalian strategi korporat, serta memastikan sinergi antar perusahaan-perusahaan anak sebagai proses memaksimalkan potensi grup dalam mengembangkan ekonomi syariah dan memberikan nilai tambah kepada UMKM.
Induk HIK berkomitmen menjaga amanah yang diberikan para investor serta berupaya memberikan manfaat lebih kepada para investor, sehingga optimalisasi investasi bukan hanya bersifat komersial karena mendapatkan bagi hasil tinggi, resiko yang relatif kecil karena dikelola dengan sangat hati-hati/ prudential banking dan tidak ada leverage akan tetapi berinvestasi pada Induk HIK memiliki kelebihan khusus karena berwawasan sosial dengan komitmen pengembangan layanan Zakat, infaq dan shodaqoh melalui baitul maal.
Sebagai alumni Gontor, ketika di awal-awal mendirikan HIK, Zahrul juga pernah menyampaikan ke Kiai Gontor untuk bisa membangun bisnis perbankan syariah, karena potensinya sangat besar. Gontor dengan jaringannya sudah tersebar ke penjuru nusantara.
“Saya sampaikan itu ke Ustadz Syukri, kalau kita mobilisasi alumni akan luar biasa. Kalau kita buat bank akan besar peluangnya. Tapi nampaknya belum tergerak,” ujarnya.
Sekilas Profil Zahrul Hadiprabowo
Sebelum menjabat sebagai Komisaris Utama – PT BPRS Harta Insan Karimah, ia pernah bekerja di: Direktur PT. Suma Sarana, 2010-Kini, Direktur PT. Suma Energi Nusantara, 2006-2013, Direktur PT. Bukaka Singtel International, 1995-2005, Direktur PT. Bukaka Teknik Utama, 1993-1998, Senior Manager PT. Bukaka Teknik Utama, 1989-1993, Manajer PT. Nusalease Corporation, 1987-1988, Supervisor Marketing PT. Bumiputera-Bot Lease, 1984-1987, Associate Marketing REP PT. USI Jaya, 1982-1984, Staf Editor BPFE UGM, 1977-1981. [roji]