SUARA PESANTREN | Jakarta–Kementerian Agama (Kemenag) melalui Ditjen Pendidikan Keagamaan Islam akan kembali menggelar Musabaqah Qira’atul Kutub Nasional (MKQN) 2023.
Event tiga tahunan itu akan diselenggarakan di Pondok Pesantren Sunan Drajat, Lamongan, Jawa Timur, 10-18 Juli 2023.
Ada sekitar 2.207 Kafilah Santri dari berbagai wilayah di Indonesia yang akan beradu ketangkasan dalam memahami kitab kuning pada gelaran MQKN tersebut. Total hadiah yang disiapkan sebesar Rp2,7 miliar.
Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (PD Pontren) Kemenag, Waryono Abdul Ghofur menyampaikan bahwa MQKN kali ini mengangkat tema “Rekonstruksi Turos untuk Peradaban dan Kerukunan Indonesia”.
“Kita memilih tema rekonstruksi turos karena kitab kuning itu adalah warisan dan karya para ulama yang terus menerus direproduksi oleh ulama-ulama baru dengan pemaknaan yang sesuai konteks zamannya, antara lain kerukunan,” jelas Waryono di Jakarta, (4/7/2023).
“Kerukunan menjadi kian penting mengingat saat ini kita sudah masuk tahun politik. Jangan sampai perbedaan pilihan politik menjadi faktor pemecah masyarakat. Warga santri itu tidak akan kaget dengan perbedaan, karena di banyak kitab sering ditemui ungkapan fiihi aqwalun (didalamnya terdapat perbedaan pendapat), sehingga masalah perbedaan itu hal yang biasa,” sambung Waryono.
Ia juga mengatakan, di dalam rangkaian MKQN, para peserta tidak hanya bersaing memahami kitab kuning, tapi juga akan disediakan kompetisi debat Bahasa Arab dan Inggris dengan topik Qonun (Konstitusi).
“Jadi mereka akan berdebat soal konstitusi kita berdasarkan kitab yang mereka baca. Meskipun [katakanlah] kitab itu ditulis oleh orang Mesir, para peserta harus bisa melakukan mengkontekstualisasi, sehingga relevan dengan Keindonesiaan,” papar Waryono.
Disamping itu akan dilaksanakan pula Halaqah Ulama, serta Expo Kemandirian Pesantren. Khusus untuk Expo, Kemenag telah menyeleksi beberapa pesantren yang akan turut serta.
“Kita berharap produk-produk pesantren lebih dikenal, dan minimal bisa dipasarkan di sesama pesantren. Kita juga ingin menunjukkan bahwa pesantren, santri dan ulama itu produktif. Karena memang sejatinya lembaga paling independen dan mandiri itu adalah pesantren, jadi kalau mau belajar kemandirian, maka belajarlah dari pesantren,” pungkas Waryono. [nk]