SUARA PESANTREN | Tasikmalaya–Meski penambahan jumlah pesantren di Muhammadiyah signifikan selama periode 2015-2020 + 2022, Ketua Lembaga Pengembangan Pesantren (LP2) PP Muhammadiyah, Maskuri menyebut masih ada tujuh wilayah yang masih belum memiliki pesantren.
Ketujuh wilayah tersebut adalah Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Kalimantan Tengah, Sulawesi Utara, Maluku, Maluku Utara dan Papua. Berangkat dari peta data tersebut, Maskuri berharap pada periode kepemimpinan 2022-2027 di wilayah-wilayah tersebut akan segera berdiri pesantren Muhammadiyah.
“Harapan kami dalam lima tahun ke depan mudah-mudahan di tujuh pimpinan wilayah sedikitnya berdiri satu pesantren masing-masing,” tuturnya dalam agenda Workshop Penyusunan Panduan kepengasuhan III dan Instrumen Akreditasi Pesantren Muhammadiyah, Sabtu (17/6) di Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya.
Data terakhir pada 2022, LP2 PP Muhammadiyah berhasil menghimpun data penambahan pesantren sebanyak 440 pesantren Muhammadiyah. Maskuri berkeyakinan bahwa, saat ini jumlah tersebut sudah bertambah. Terkait data itu akan diupdate pada Rakornas LP2 PP Muhammadiyah mendatang di MBS Prambanan.
Penambahan jumlah pesantren Muhammadiyah tersebut berdampak pada permintaan pendidik atau ustaz. Menjawab tantangan tersebut, LP2 PP Muhammadiyah setelah melakukan studi tiru ke Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah (PUTM), LP2 PP mendirikan Pendidikan Ustaz Pesantren Muhammadiyah (PUPM).
“Kami sudah membuat rencana jangka panjang pembangunan jangka panjang pondok pesantren utamanya sampai 2045.” Imbuhnya.
Pendidikan Ustaz Pesantren Muhammadiyah pertama kali launching di Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar pada 10 Agustus 2022. Maskuri berharap, program PUPM yang dirancang akan mendapat dukungan dari Perguruan Tinggi Muhammadiyah-’Aisyiyah (PTMA).
Melalui sinergi dan kolaborasi dengan PTMA, diharapkan tidak ada ditemukan ustaz di pesantren Muhammadiyah yang berasal dari luar dengan membawa pemahaman yang tidak sesuai dengan kaidah Al Islam-Kemuhammadiyah. [nk]